KUMANDABA

Wednesday, 4 March 2015

Episode Cinta di Akhir Hayat Nabi Muhammad

Berikut ini adalah sepenggal kisah dari episode kehidupan Nabi Muhammad saw yang dinukil dari kitab “Duratun Nashihin”. Kisah ini menggambarkan keadilan Rasulullah dan kecintaan para sahabatnya. Sebuah cinta yang berlandaskan iman dan berbalas surga.

Diriwayatkan dari Ibnu Abbas ra. Bahwa setelah dekat wafat Nabi Muhammad SAW, Beliau memerintahkan Bilal untuk menyerukan shalat kepada manusia. Bilal lalu menyerukan Adzan dan berkumpullah para Sahabat Muhajirin dan Anshar ke Masjid Rasulullah SAW. Beliau mengerjakan shalat dua rakaat ringan bersama para sahabat. Kemudian naik mimbar, memuji dan menyebut keagungan Allah SWT.

Beliau berkhutbah dengan sebuah khutbah yang dalam, hati menjadi takut karenanya, dan air mata bercucuran karenanya.

Kemudian Beliau bersabda: “Wahai sekalian muslimin, sesungguhnya aku adalah seorang Nabi kepada kamu, pemberi nasihat dan berda’wah kepada Allah SWT dengan seijinNya. Dan aku berlaku kepadamu sebagai seorang saudara yang menyayangi dan sekaligus sebagai ayah yang belas kasih. Barang siapa diantara kamu yang mempunyai suatu penganiayaan pada diriku, maka hendaklah dia berdiri dan membalas kepadaku sebelum datang balas membalas di hari kiamat.”

Tidak ada seorangpun yang berdiri menghadapnya, sehingga Beliau bersabda demikian kedua kali dan ketiga kalinya. Barulah berdiri seorang laki-laki bernama Akasyah bin Muhshin.

Berdirilah dia di depan Nabi Muhammad SAW dan berkata: “Demi Ayah dan Ibuku sebagai tebusanmu Ya Rasulullah, seandainya engkau tidak mengumumkan kepada kami berkali-kali, tentu aku tidak akan mengajukan sesuatu mengenai itu. Sungguh aku pernah bersamamu di Perang Badar. Saat itu untaku mendahului untamu. Maka turunlan aku dari unta dan mendekatimu agar aku dapat mencium pahamu. Tetapi engkau lalu mengangkat tongkat yang biasa engkau pergunakan untuk memukul unta agar cepat jalannya dan engkau pukul lambungku. Aku tidak tahu apakah itu atas kesengajaan dirimu atau engkau maksudkan untuk memukul untamu ya Rasulullah?”.

Rasulullah bersabda: “Mohon perlindungan kepada Allah hai Akasyah, kalau Rasulullah sengaja memukulmu.”

Bersabda lagi Beliau kepada Bilal: “Hai Bilal, berangkatlah ke rumah Fathimah dan ambilkan tongkatku.”

Maka keluarlah Bilal dari Masjid sedang tangannya diatas kepalanya: “Ini adalah Rasulullah, sekarang Beliau memberikan dirinya untuk diqishash.”

Dia mengetuk pintu Fathimah, dan bertanyalah Fathimah: “Siapa yang ada di depan pintu?”

Bilal menjawab: “Aku datang untuk mengambil tongkat Rasulullah”

Fathimah bertanya: “Hai Bilal, apa yang akan diperbuat Ayah dengan tongkat itu?”

Bilal menjawab: “Hai Fathimah, Ayahmu memberikan dirinya untuk di qhisash.”

Fathimah bertanya lagi: “Hai Bilal, siapakah yang sampai hatinya mau membalas pada Rasulullah?”

Lalu Bilal mengambil tongkat itu dan masuklah dia ke Masjid serta memberikan tongkat itu kepada Rasulullah, sedang Rasul kemudian menyerahkannya kepada Akasyah.

Ketika Abu Bakar dan Umar ra. memandangnya, maka berdirilah mereka berdua dan berkata: “Hai Akasyah, aku masih berada didepanmu, maka balaslah kami dan janganlah engkau membalas kepada Nabi Muhammad SAW.”

Bersabdalah Rasulullah SAW: “Duduklah engkau berdua, Allah telah mengetahui kedudukanmu.”

Berdiri pula Ali ra. dan berkatalah dia: “Hai Akasyah, aku masih hidup di depan Nabi Muhammad SAW. Tidak akan aku sampai hati kalau engkau membalas Rasulullah SAW. Ini punggungku dan perutku, balaslah aku dengan tanganmu dan deralah aku dengan tanganmu.”

Nabi Muhammad SAW bersabda: “Hai Ali, Allah telah mengetahui kedudukan dan niatmu.”

Berdiri pula Hasan dan Husain, dan mereka berkata: “Hai Akasyah, bukankan engkau mengenal kami berdua. Kami adalah dua orang cucu Rasulullah. Membalas kepada kami adalah sama seperti membalas kepada Rasulullah.”

Nabi Muhammad SAW bersabda: “Duduklah engkau berdua wahai penyejuk mataku.”

Kemudian Nabi Muhammad SAW bersabda: “Hai Akasyah, pukullah kalau engkau mau memukul.”

Akasyah berkata: “Ya Rasulullah, engkau memukulku dahulu dalam keadaan aku tidak terhalang pakaianku.”

Lalu Rasulullah menyingkapkan pakaiaannya, dan berteriaklah orang-orang Islam yang hadir seraya menangis.

Ketika melihat putihnya jasad Rasulullah, Akasyah menubruknya dan mencium punggungnya.
Berkatalah dia: “Nyawaku sebagai tebusanmu ya Rasulullah, siapakah yang akan sampai hati untuk membalasmu ya Rasulullah. Aku melakukannya hanya mengharapkan agar tubuhku dapat menyentuh jasadmu yang mulia, dan Allah akan memelihara aku berkat kehormatanmu dari neraka.”

Bersabdalah Nabi Muhammad SAW: “Ingat, barang siapa yang ingin melihat penghuni surga maka hendaklah dia melihat orang ini.”

Semua orang Islam yang hadir berdiri, dan mencium antara kedua mata Akasyah seraya berkata: “Beruntung sekali engkau, engkau berhasil mendapatkan derajat yang tinggi dan berkawan dengan Nabi Muhammad SAW di surga

Apakah Kita sosok yang dirindukan Rosul ?

“Betapa jarak darimu, yaa Rasul, serasa dikau di sini…” Sepenggal dendangan lagu dari Bimbo ini mencoba menggugah kecintaan dan kerinduan kita akan Rasulullah, Muhammad saw. Tetapi tahukah saudaraku bahwa ternyata Rasul pun telah mengungkapkan kerinduannya kepada saudara-saudaranya?

Suatu ketika berkumpullah Nabi sallallahu ‘alaihi wasallam bersama sahabat-sahabatnya yang mulia. Di sana hadir pula sahabat paling setia, Abu Bakar ash-Shiddiq. Kemudian terucap dari mulut baginda yang sangat mulia: “Wahai Abu Bakar, aku begitu rindu hendak bertemu dengan ikhwanku (saudara-saudaraku).”

Suasana di majelis itu hening sejenak. Semua yang hadir diam seolah sedang memikirkan sesuatu. Lebih-lebih lagi sayidina Abu Bakar, itulah pertama kali dia mendengar orang yang sangat dikasihinya melontarkan pengakuan demikian.

“Apakah maksudmu berkata demikian, wahai Rasulullah? Bukankah kami ini saudara-saudaramu?”Abu Bakar bertanya melepaskan gumpalan teka-teki yang mulai memenuhi pikiran.

“Tidak, wahai Abu Bakar. Kamu semua adalah sahabat-sahabatku tetapi bukan saudara-saudaraku.” Suara Rasulullah bernada rendah.

“Kami juga saudaramu, wahai Rasulullah,” kata seorang sahabat yang lain pula.
Rasulullah menggeleng-gelangkan kepalanya perlahan-lahan sambil tersenyum. Kemudian Baginda bersabda,

“Saudara-saudaraku adalah mereka yang belum pernah melihatku tetapi mereka beriman denganku dan mereka mencintai aku melebihi anak dan orang tua mereka. Mereka itu adalah saudara-saudaraku dan mereka bersama denganku. Beruntunglah mereka yang melihatku dan beriman kepadaku dan beruntung juga mereka yang beriman kepadaku sedangkan mereka tidak pernah melihatku.” (Tertera dalam kitab Kanzul Ummal, hadits lemah menurut Ibnu Katsir)

Lihatlah betapa kasih dan cinta Rasul untuk umatnya. Walaupun Rasulullah sallallahu ‘alaihi wasallam tidak pernah bertemu dengan kita namun cinta dan kasihnya kepada kita tidak pernah pudar.

Renungkanlah saudaraku! Rasulullah sallallahu ‘alaihi wasallam merindui umatnya yang belum pernah beliau lihat. Beliau ungkapkan cinta beliau itu kepada sahabat-sahabatnya. Akankah kita tidak senang dengan ungkapan rindu dan kasih beliau ini? Lalu bagaimana dengan kita sendiri. Sudahkah kita menjadi saudara-saudara (ikhwan) Rasulullah? Akankah kita biarkan cinta dan kerinduan itu bertepuk sebelah tangan, tidak memperoleh sambutan yang layak dari kita?

Malu rasanya jika kita membandingkan kecintaan kita kepada Rasul dengan kecintaan Rasul kepada kita, umatnya. Bahkan untuk kita, beliau rindukan syafaat penyelamat di akhirat kelak. Doa paling mustajabnya beliau simpan untuk umatnya di hari yang paling sulit dan menggetarkan nanti. Simaklah kisah ini:

Abu Hurairah ra meriwayatkan, bahawa Nabi sallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Setiap nabi mempunyai doa yang mustajab. Maka setiap nabi bersegera memanfaatkan doa itu. Tetapi aku menyimpankan doa itu sebagai penolong untuk umatku pada Hari Kiamat (syafaat).” (Hadits riwayat Muslim)

“Cinta ikhlashmu pada manusia, bagai cahaya suwarga. Dapatkah kami membalas cintamu, secara bersahaja…”

Semoga kita bisa menjadi saudara-saudara yang dirindukan oleh Rasulullah sallallahu ‘alaihi wasallam.

Rindu Rosul

Rindu Rosul

Rindu kami padamu Ya Rasul
Rindu tiada terperi
Berabad jarak darimu Ya Rasul
Seakan dikau disini

Cinta ikhlasmu pada manusia
Bagai cahaya surga
Dapatkah kami membalas cintamu
Secara bersahaja

Rindu kami padamu Ya Rasul
Rindu tiada terperi
Berabad jarak darimu Ya Rasul
Seakan dikau disini

Cinta ikhlasmu pada manusia
Bagai cahaya surga
Dapatkah kami membalas cintamu
Secara bersahaja

Cinta ikhlasmu pada manusia
Bagai cahaya surga
Dapatkah kami membalas cintamu
Secara bersahaja

Cinta ikhlasmu pada manusia
Bagai cahaya surga
Dapatkah kami membalas cintamu
Secara bersahaja

Friday, 30 January 2015

Tolak MLM

Kelebihan dan Kekurangan Bisnis Multi Level Marketing

https://dimasrlp.wordpress.com/2008/06/12/mengapa-network-marketingmlm-dijauhi-masyarakat-bagian-1/

Posted by: Astrid Soenarko , March 17, 2014
Multi Level Marketing 2

Multi Level Marketing atau lebih populer dengan sebutan MLM, memang dapat menjadi salah satu sumber penghasilan tambahan yang cukup potensial. Biasanya, sistem bisnis MLM mengharuskan anggotanya untuk mencari anggota lain sebagai perpanjangan kakinya dalam memasarkan produk.

MLM yang juga dikenal sebagai “Jaringan Pemasaran” atau “Pemasaran Berjenjang”, merupakan komponen penting dari penjualan langsung. Hal ini telah terbukti selama bertahun-tahun dan menjadi metode yang sangat sukses serta efektif bagi perusahaan yang menjual barang secara langsung, untuk memperoleh kompensasi melalui penjualan dan pendistribusian produk dan jasa kepada konsumen.

Pada level tertentu, yang ditentukan dari prestasi dalam mencari anggota, penggiat bisnis MLM biasanya akan diberikan reward berupa poin ataupun hadiah langsung yang nilainya sangat menggiurkan. Hal inilah yang membuat banyak orang pada akhirnya berlomba-lomba dalam mengumpulkan anggota, tanpa mengenali kelebihan dan kekurangan sebenarnya dari sistem bisnis Multi Level Marketing.

Kelebihan Bisnis MLM


Proses Mudah dan Cepat

Dengan hanya membayar biaya pendaftaran dan membeli sejumlah produk sesuai dengan yang telah ditetapkan, maka Anda sudah bisa langsung bergabung dan memulai bisnis MLM. Cukup mudah dan proses yang cepat, Anda bisa langsung mulai menjalankan bisnis sampingan tersebut.

Produknya Unik

Produk yang ditawarkan dengan sistem MLM, biasanya adalah produk-produk yang unik dan jarang ditemukan di pasaran. Biasanya, beberapa produk memang sengaja memakai jalur MLM sebagai promosi, penjualan, dan pendistribusian. Sistem keanggotaan yang diciptakan bisnis MLM, memberikan manfaat untuk anggota seperti potongan harga dari barang yang dijual.

Potongan harga tersebut, berfungsi juga sebagai salah satu perangsang untuk menarik perhatian calon anggota yang lain.

Meningkatkan Kreativitas Komunikasi
Dalam menawarkan produk atau mencari anggota baru, biasanya para pebisnis MLM diberikan kebebasan untuk kreatif berkomunikasi dalam mempengaruhi orang lain untuk membeli ataupun bergabung dengan bisnisnya. Hal ini tentunya akan memberikan tantangan bagi Anda dalam merangkai kata-kata, sekaligus menguji kemahiran ilmu marketing atau pemasaran Anda.

Jika ingin sukses dalam menjaring anggota baru ataupun pembeli produk Anda, siapkan presentasi semenarik mungkin. Bila perlu, buatlah bahan presentasi yang unik dan out of the box agar Anda dapat mengendalikan perhatian audiens Anda.

Kelemahan Bisnis MLM


Tidak Bertahan Lama

Para anggota bisnis Multi Level Marketing, biasanya kurang sabar dan tidak berjalan lama dalam menjalani sistemnya. Dibutuhkan ketekunan dan kesabaran yang luar biasa, untuk mencapai posisi atau hasil yang ditargetkan.

Citra Buruk

Hal yang membuat kesan negatif adalah, seringnya para pelaku bisnis ini memaksa agar seseorang membeli produk ataupun masuk menjadi bagian dari anggota atau kakinya. Tidak heran, jika bisnis Multi Level Marketing sering disalahartikan sebagai kedok untuk mencari keuntungan belaka.

Tidak Selamanya Bermanfaat

Barang-barang yang ditawarkan dalam bisnis dengan sistem MLM ini, belum tentu akan terus bermanfaat dalam kehidupan sehari-hari. Namun biasanya, Anda diwajibkan membeli untuk menambah reward ataupun naik level.
-----------------------------------------------------------------------------------


Mengapa Network Marketing(MLM) Dijauhi Masyarakat – Bagian 1

DimasPribadi.com
sharing and selling is fun

with 21 comments


(image taken from: http://www.amdsb.ca)

MLM atau Multi Level Marketing adalah salah satu bentuk sistem pemasaran modern yang mempunyai kekuatan LUAR BIASA.

Ya…LUAR BIASA!

Anda pasti sering mendengar kalimat LUAR BIASA jika anda pernah menghadiri presentasi atau seminar salah satu perusahaan MLM.

Biasanya kalimat lain yang sering menjadi langganan adalah …SUKSES, SAYA BISA, dan variasi-variasi kalimat motivasi lainnya.

Di Indonesia, MLM sudah sangat dikenal berbagai lapisan masyarakat dan menjadi kontroversi karena di tengah kemelaratan bangsa kita, bisnis MLM menjanjikan setiap pelakunya kekayaan tiada batas.

Dari kalangan pegawai kantoran, guru, dokter, mahasiswa, bahkan tukang sayur keliling sudah mengenal atau bergabung dalam bisnis ini. Sudah banyak pula kita dengar success story mereka yang berpenghasilan hingga ratusan juta rupiah perbulan dari bisnis tersebut.

Saya akan mencoba membagikan hasil pengamatan saya tentang kesalahan fatal yang masih dilakukan para distributor atau agen bisnis network marketing dari segi cara mereka menjual pada costumer.

Suatu malam saya dan Bapak Edi Setiawan (trainer UnICoM) berdiskusi mengenai selling atau teknik menjual, bagaimana seharusnya cara menjual yang efektif, namun sesuai dengan kondisi sosial budaya yang ada di Indonesia.

Kebetulan saat itu kami membahas berbagai jenis cara penjualan yang sudah ada berikut contoh kasusnya. Salah satunya yang kami anggap paling menarik adalah network marketing atau MLM, yang akhir-akhir ini gaungnya sudah jarang terdengar.

Saya dan Pak Edi menceritakan pengalaman dan opini masing-masing tentang MLM, bagaimana ketika pertama berkenalan, mengupas business rulenya, kelebihan dan kekurangan sistemnya, hingga ke person-person yang kami ketahui menjalankan bisnis tersebut.

Anda mungkin pernah mengalami kejadian seperti saya dibawah ini…

Salah seorang teman atau kolega saya ngotot tiba-tiba mengajak saya ke sebuah seminar, dan ketika saya tahu acara tersebut diadakan sebuah perusahaan MLM, saya (dengan sengaja) berusaha menghindar dari acara tersebut.

Saya merasa DIJEBAK


Saya bisa merasakan seseorang berusaha memprospek saya jika dalam setiap obrolan, dia pasti menghubungkan apapun topik obrolan… dengan MLMnya, dan dengan intens membuat saya tertarik untuk bergabung dalam bisnisnya.

Namun yang paling tidak saya sukai adalah…DIA MENCERAMAHI SAYA

Dia merasa bahwa bergabung dalam bisnisnya adalah SOLUSI UNIVERSAL untuk semua permasalahan saya.

Inilah contoh Solusi Universal yang saya maksud :D


1. Saya tidak punya pacar ->solusinya gabung MLM untuk bertemu calon-calon pacar yang jika nanti jadian, akan kemana-mana berdua mencari prospek bersama

2. Saya sedang bermasalah dengan keluarga saya -> solusi gabung MLM untuk sukses, maka keluarga akan akur kembali karena saya sukses

3. dll yang sengaja dihubung2kan dimana solusi akhirnya adalah JOIN

Saya akhirnya mulai merasakan ada unsur PAKSAAN yang menyertai penawarannya…

Akibatnya saya mulai MALAS BERTEMU dengannya lagi karena saya merasa dia akan membuntuti saya seumur hidup agar membuat saya membayar sejumlah uang yang cukup lumayan untuk mendapat produk yang belum tentu saya butuhkan.

SAYA MERASA DIA MEMANFAATKAN PERTEMANAN KAMI DEMI KEUNTUNGAN PRIBADI!

Apakah anda mengalami apa yang saya alami?

Mirip? atau… persis?

Jika YA, ada beberapa hal yang mungkin anda perlu ketahui…

Jika anda menganggap teman anda menjebak anda…

HAL ITU SANGAT TIDAK BENAR!


Saya sempat berpikiran sempit terhadap sahabat saya sendiri ketika mengalami hal tersebut

Namun saya sadar, mereka TIDAK MUNGKIN berpikiran seperti itu

Mereka hanya MENJUAL DENGAN CARA YANG SALAH

Mereka mungkin terlalu antusias hingga terlalu banyak berkoar-koar tentang mimpi-mimpi

Mereka kemungkinan hanya tenggelam dalam pikiran mereka sendiri

Yang berakibat… anda berpikir mereka TERLIHAT lebih mengutamakan uang daripada hubungan pertemanan dengan anda…

Jika anda mau memikirkan sekali lagi, anda pasti mengerti maksud saya

Bagaimana mungkin harga persahabatan yang tidak ternilai dapat diganti oleh ‘secuil’ uang

KEHILANGAN TEMAN DEMI UANG?

Mungkin anda pernah mendengar dari para petinggi MLM bahwa bisnis tersebut adalah BISNIS MENOLONG ORANG…

Apakah mereka menjelaskan artinya MENOLONG?

Apakah anda merasa MEREKA BERNIAT MENOLONG ANDA?

Apakah mereka mau MENOLONG TANPA PAMRIH?

Kebanyakan para pemula bisnis ini akan menggembar-gemborkan bahwa mereka akan membantu mengatasi permasalahan si prospek, namun yang dimaksud para pemula tersebut adalah…

KALAU KAMU JOIN MAKA SAYA TOLONG KAMU UNTUK MENGHASILKAN UANG UNTUK SAYA

Disini satu lagi kesalahan fatal yaitu NIATAN YANG SALAH



Anda harus tahu RAHASIA TERBESAR dalam menjual yaitu :


ANDA MENJUAL KEPRIBADIAN ANDA, BUKAN BARANG ANDA


Barang hanya ALASAN LOGIS kenapa orang membeli dari anda

Orang lebih senang membeli dari seorang penjual yang BENAR-BENAR BERNIAT UNTUK MENOLONG mengatasi permasalahan mereka SEBAGAI SEORANG TEMAN

Bahkan untuk permasalahan yang tidak ada hubungannya dengan jualan sekalipun.

Saya ulangi keywordnya…MENOLONG, SEBAGAI SEORANG TEMAN

Betapapun sebuah produk tidak memiliki keunggulan dibanding produk lain, si penjual akan menjadi pilihan pertama jika pembeli merasakan suatu ikatan persaudaraan dan percaya bahwa penjual tersebut selalu berada di pihak mereka dan tidak mungkin mengambil untung dari ‘saudara’ sendiri

Pendapat saya ini ketika saya sampaikan, diamini 100% oleh Bapak Edi karena itu sudah lama menjadi salah satu dasar konsep UnICoM dalam hal communication for selling. Alangkah kagetnya saya ketika hal ini ternyata sudah lama ada, namun mengapa para networkers di luar sana belum banyak yang tahu dan masih saja menggunakan cara-cara yang saya bilang sebagai PREMANISME DALAM MENJUAL.

Mungkin pola pikir ini akan sedikit lebih lambat pada awalnya, namun efek pada jangka panjangnya, pembeli akan MERASA NYAMAN, membeli dan membeli lagi dari anda, kemudian merekomendasikan ke semua orang dimana kekuatan rekomendasi dari mulut ke mulut sangat dahsyat.

Prinsip inilah yang sudah dilupakan oleh para penjual yang lebih mengutamakan meraih keuntungan dengan cepat, bahkan bersedia mengorbankan hubungan pertemanan hanya untuk uang yang tidak seberapa nilainya.

Dan karena pemahaman yang keliru pada ungkapan BISNIS MENOLONG ORANG inilah yang membuat masyarakat begitu anti terhadap MLM.

Anti terhadap penjualnya berakibat anti terhadap produknya.

Coba bayangkan! Apa anda mau membeli barang yang ditawarkan oleh seorang preman dengan gerak-gerik mencurigakan? Sedangkan si preman sebenarnya menjual barang yang bagus dengan harga murah (dan bukan barang curian).

Ada faktor lain yang juga sangat penting yang akan saya coba share pada artikel selanjutnya, yaitu faktor KEPERCAYAAN yang saya yakini juga sudah dilupakan banyak penjual sekarang ini, tidak hanya distributor direct selling saja namun juga sales-sales yang lain.

Saya juga akan menyertakan hasil diskusi saya dengan Bapak Edi Setiawan tentang bagaimana konsep UnICom dapat memberi solusi untuk permasalahan PREMANISME ini.

Nantikan artikel selanjutnya, semoga bermanfaat bagi anda

pp-------------------------------------------------------------------------------------

---------------------------------------------------------------------------------
Mengapa Network Marketing(MLM) Dijauhi Masyarakat – Bagian 2
with 16 comments

trust

[image taken from http://www.trondheimanglicans.net%5D

Pada suatu malam, seseorang mengetuk pintu rumah saya. Saya yang kebetulan sedang sendiri di rumah melihat keluar dan menemukan bahwa orang tersebut adalah teman lama orang tua saya yang menggeluti bisnis MLM. Saya mempersilakan beliau masuk.

Sebut saja beliau Pak P.

Malam itu raut mukanya terlihat bersemangat walaupun setelannya lusuh penuh dengan keringat.

Karena hanya ada saya dirumah, maka beliaupun ‘terpaksa’ hanya mengobrol dengan saya karena yang sebenarnya beliau cari adalah orang tua saya yang saat itu kebetulan berada di luar kota.

Saya kemudian menanyakan kabar Pak P terlebih dulu… apa kegiatannya saat ini… apakah masih menggeluti MLM yang sama?

Pak P menjawab dengan antusias bahwa sekarang beliau menjalankan bisnis MLM dengan menjual alat kesehatan. Dengan menggebu-gebu beliau menceritakan keberhasilannya membeli sebuah mobil dari hasil komisi MLM yang ini.

Saya hanya tersenyum mendengarkan cerita beliau

Tentu saja saya masih belum percaya saat itu juga karena saat itu beliau datang menggunakan motor, tapi setelah dipikir-pikir lagi, Pak P adalah orang yang lugu dan jujur, jadi saya memutuskan untuk ‘agak’ percaya.

Akhirnya malam itu beliau pamit dan akan datang keesokan harinya.

Tiga hari kemudian, Pak P datang disaat yang tepat saat orang tua saya berada di rumah. Pada pertemuan kali ini. Pak P menjelaskan bisnisnya secara detail kepada saya dan ibu saya. Saya bahkan terpaksa jadi ‘kelinci percobaan’ produk yang dibawanya saat itu (jika bukan karena paksaan ibu saya, pasti sudah saya tolak).

Ibu saya begitu terpesona melihat demonstrasi yang diperagakan beliau terhadap saya, sedangkan saya seperti biasa, selalu skeptis pada pertama kali.

Menurut saya bagus tidaknya sebuah produk tidak dapat dibuktikan dalam sekali pakai/pertemuan namun harus teruji dalam jangka panjang.

Produk kesehatan yang ditawarkannya tergolong mahal (>1 juta). Walaupun insting saya mengatakan produk ini lumayan, namun logika saya menggelitik saya untuk ‘menguji’ Pak P dengan mengatakan bahwa produk tersebut bagus, tapi untuk harga setinggi itu, orang tidak akan percaya kegunaannya jika hanya didemokan sekali saja. Untuk itu sebuah ‘trial’ akan menguatkan keyakinan calon pembeli akan kualitas produk tersebut dan tentu saja akan lebih mudah bercerita kepada orang lain karena sudah merasakan sendiri manfaatnya.

Mendengar ‘tantangan’ saya, ibu saya setuju, tetapi Pak P ragu untuk meminjamkan produk semahal itu pada kami untuk diujicoba selama beberapa minggu. Saya tahu Pak P membawa lebih dari 5 buah produk yang tentunya tidak akan menjadi masalah jika satu buah dipinjamkan pada kami.

Mungkin beliau berpikir kami juga belum tentu membeli…jadi ini adalah sebuah perjudian.

Pertemuan itu berakhir dengan beliau memasukkan kembali semua produknya dan pamit kepada kami. Pak P tidak memberi jawaban apa-apa.

Okeee! Tidak masalah bagi kami karena Pak P memposisikan dirinya sebagai seorang PENJUAL, bukan seorang TEMAN LAMA yang datang untuk memberikan manfaat bagi kami.

Mari kita analisa disini…


Yang saya maksud memposisikan sebagai PENJUAL, adalah mindset bahwa seseorang ingin mendapatkan keuntungan dari orang lain dengan pengorbanan/rugi yang sekecil-kecilnya. Prinsip ekonomi yang saya sebut kapitalis murni. Tidak memikirkan dari sisi calon pembeli sama sekali.

Coba kita bandingkan dengan posisi sebagai TEMAN, sebuah mindset dimana si penjual beranggapan bahwa dia menemui calon pembeli untuk MENOLONG dengan apapun yang dia bisa sebagai seorang TEMAN. Seorang teman yang menginvestasikan KEPERCAYAAN untuk mendapatkan KEPERCAYAAN. Seorang teman yang selalu siap MEMBANTU dan di masa depan akan TERBANTU.

Saya yakin anda pernah membeli sesuatu atas rekomendasi seorang teman, atau memilih membeli pada teman sendiri karena dia pernah membantu anda.

Saya yakin anda akan cenderung percaya kepada seseorang yang mempercayai anda terlebih dahulu.

Saya juga yakin jika kita BERUTANG BUDI kepada seseorang, kita akan sangat senang untuk membayarnya di kemudian hari.

Kembali pada kasus Pak P…

Saat itu saya berpikir sederhana…

Saya hanya mempercayai seseorang yang sudah menginvestasikan kepercayaannya pada saya, jadi saya akan melihat apa reaksi selanjutnya dari Pak P.

Bagaimana mungkin dia berharap saya mempercayai seseorang yang mengaku sebagai seorang teman, namun datang dengan tujuan MENDAPATKAN UNTUNG dari saya, bukannya memberi saya sebuah SOLUSI atas permasalahan saya?

Sebenarnya ini adalah prinsip yang sederhana yaitu prinsip timbal balik. Siapa memberi, dia mendapat. Siapa percaya lebih, maka dia dipercaya lebih.

Pernah suatu ketika Bapak Edi Setiawan (trainer UnICom) bercerita kepada saya. Dalam sebulan beliau memberikan free seminar dan training di beberapa universitas. Kemudian mengatakan pada peserta bahwa siapapun yang ingin berdiskusi atau membutuhkan bantuan, dengan senang hati beliau akan membantu semaksimal mungkin.

Karena kebanyakan adalah mahasiswa, maka secara logika mahasiswa adalah pasar yang kurang potensial jika dilihat dari klien-klien yang pernah ditangani oleh beliau. Banyak dari peserta tersebut tertarik dan magang sekaligus belajar dari beliau tentang komunikasi bisnis dan interpersonal. Hal ini tidak masalah karena mindset MENOLONG TEMAN sudah seperti kebiasaan bagi beliau.

Setahun dua tahun kemudian, beberapa dari mereka yang sudah lulus dan bekerja di perusahaan-perusahaan, menghubungi beliau karena perusahaan mereka ingin mengadakan pelatihan atau training bagi karyawan. Sebagian lagi menghubungi beliau karena merasa DIBANTU oleh beliau saat mengalami persoalan pribadi.

Dari orang-orang inilah rekomendasi demi rekomendasi terus mengalir dari orang-orang yang merasa terbantu oleh beliau sehingga pekerjaan terus mengalir tanpa harus susah-susah berpromosi.

Kembali pada kasus Pak P…

Setelah seminggu tidak menghubungi kami, Pak P akhirnya datang ke rumah dan menyetujui untuk meminjamkannya kepada ibu saya. Saya tersenyum karena dengan begitu berarti beliau sudah menginvestasikan kepercayaannya pada keluarga saya.

Alhasil pada bulan tersebut, ada 3 buah order dari rekan bisnis ibu saya. Buah manis dari KEPERCAYAAN yang telah diinvestasikan Pak P kepada keluarga kami.

Nantikan artikel selanjutnya, semoga bermanfaat bagi anda
---------------------------------------------------------------------------------
Selanjutnya tdk mau nulis yg ketiga, sepertinya ia sadar bahwa ia sdh teripu, hhhhhaaaa

Tuesday, 27 January 2015

Tingkatan Iman

Jumat, 06 April 2012

TINGKATAN DAN JENIS IMAN



Saudaraku.... tingkatan dan jenis iman:
1. Iman taqlid
2. Iman ilmu
3. Iman `ayyan
4. Iman haq
5. Iman haqiqat
...
Iman Taqlid Dan Iman Ilmu


Iman orang yang bertaqlid atau iman turut-turutan atau iman ikut-ikutan, imannya adalah tepat yaitu dia percaya kepada Allah dan Rasul tetapi kepercayaannya tanpa dalil, tanpa keterangan dan tanpa ilmu pengetahuan.Orang begini tidak kuat dan tidak teguh imannya, Imannya mudah goyang dan goncang.


Begitu juga iman ahli ilmu. Imannya tepat. Tetapi walaupun keyakinannya kepada Allah dan Rasul dapat disokong dengan dalil-dalil, keterangan dan hujah-hujah namun iman peringkat ini baru sekadar sah, Jiwanya belum kuat sedangkan kekuatan seseorang itu adalah pada jiwanya. Iman seperti ini belum sanggup melawan syaitan dan hawa nafsu. Kerana itu orang yang peringkat imannya di tahap ilmu akan melanggar perintah Allah dalam KEADAAN SADAR. Orang yang mempunyai iman ilmu hanya pandai berkata-kata kerana dia ada ilmu tetapi tidak dapat mengatakan kata-katanya. Mereka dalam golongan ini akan menjadi mukmin `asi (durhaka) atau mukmin yang fasik atau mukmin yang berpura-pura.


Orang mukmin seperti ini setakat boleh mengucap dua kalimah syahadah dengan lidahnya dan akalnya percaya adanya Allah Taala dengan segala sifat-sifat yang wajib bagi-Nya. Tetapi dia belum dapat menanam kekuatan iman di dalam hatinya. Hatinya belum merasai yang Allah sentiasa melihat dan memerhatikan tingkah laku dan gerak-geriknya. Mukmin seperti ini, walaupun ilmunya tinggi melangit dan di dadanya penuh Al Quran dan Hadis, namun nafsunya masih besar, Sifat-sifat mazmumah seperti riyak, ujub, hasad, sombong, pendendam, bakhil, gila puji, gila pangkat dan lain-lain masih banyak bersarang di dalam hatinya dan syaitan pula sentiasa menggodanya.


Orang-orang mukmin seperti ini tidak sanggup menghadapi ujian-ujian hidup sama ada yang berbentuk kesenangan maupun yang berbentuk kesusahan, Artinya, kalau dia berhadapan dengan kesenangan, dia akan lupa dirinya dan akan terus terjebak ke dalam perangkap nafsu dan syaitan. Manakala kalau dia berhadapan dengan kesusahan pula, dia akan cemas dan akan hilang daya pertimbangan, Dia akan bertindak di luar kehendak dan batas syariat.


Iman yang sejati itu, dari mana akan lahir taqwa, setidak-tidaknya adalah peringkat iman `ayyan yaitu iman orang yang cukup yakin dengan Allah dan Rasul, lengkap dengan pengertian dan fahamannya serta diikuti dengan tindak-tanduk dan perbuatan.


Orang yang beriman taqlid perlu meningkatkan imannya ke peringkat iman ilmu dengan cara belajar dan menambah ilmu. Orang yang beriman ilmu pula perlu meningkatkan imannya ke peringkat iman `ayyan dengan cara mengamalkan ilmu-ilmu yang diketahuinya dengan faham dan khusyuk.


Iman `Ayyan


Ini iman orang yang soleh atau iman ashabul yamin atau iman golongan abrar yaitu orang yang sentiasa sadar bahwa Allah Taala sentiasa mengawasi dirinya. Dengan kata-kata lain, orang yang memiliki iman `ayyan hatinya sentiasa dapat merasakan kehebatan Allah. Dia ada hubungan hati dengan Allah. Kalau ada pun lupa dan lalainya kepada Allah, hanya terlalu kecil dan sedikit. Karena itu, orang yang memiliki iman `ayyan ini adalah orang yang sentiasa takut kepada Allah dan kuat sekali penyerahan dirinya kepada Allah. Kalau iman ilmu, keyakinan cuma bertempat di fikiran, tetapi iman `ayyan, keyakinan bertempat di hati.


Ini digambarkan dalam sepotong ayat Al Quran:
“ Alllazina yazkurunallaha qiyaman waqu`udan wa`ala junubihim wayatafakkaruna fikhalqis samawati wal ardhi rabbana makhalaqtana haza batila.“


Maksudnya:
“(yaitu) orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri atau duduk atau dalam keadan berbaring dan mereka memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi (seraya berkata): “Ya Tuhan kami, tiadalah Engkau menciptakan ini dengan sia-sia, Maha Suci Engkau, maka peliharalah kami dari siksa neraka. “ (Ali Imran:191)


Iman `ayyan mampu memacu umat ini menjadi umat yang gigih dalam memikul beban perintah Allah SWT. Iman `ayyan juga merupakan benteng yang kukuh yang melindungi umat dari terjebak dan terjerumus kepada berbagai anasir negatif, kemungkaran dan kemaksiatan. Iman `ayyan menjadikan seseorang itu memiliki kekuatan jiwa, gigih, kuat cita-cita, tahan diuji dan sanggup berkorban. Oleh kerana orang mukmin yang sejati itu, perasaan bertauhid menghayati jiwanya, maka dia sentiasa takut dengan Allah malah rasa takutkan Allah itu bergelora di hatinya. Orang seperti ini sajalah yang boleh tunduk kepada syariat Allah Taala.


Firman Allah SWT:
“Innamal mukminu nallazina iza zukirallahu wajilat qulubuhum waiza tuliat `alaihim ayatuhu zadathum imanan wa`ala rabbihim yatawak kalun.“


Maksudnya:
“Sesungguhnya orang-orang yang beriman, ialah mereka yang bila disebut nama Allah gemetarlah hati mereka, dan apabila dibacakan ayat-ayatNya bertambahlah iman mereka (karenanya), dan hanya kepada Tuhanlah mereka bertawakkal.” (Al Anfal:2)


Sikap orang mukmin yang sejati itu, apabila Allah Taala mendatangkan hukum hakam dan peraturan hidup, dia tidak memilih mana yang sesuai mengikut kehendak nafsunya dan menolak mana yang bertentangan dengan kehendak nafsunya. Orang mukmin yang sejati tidak menyoal dan mempertikaikan hukum Allah dan bersikap lurus dalam melaksanakan hukum Allah atau dalam meninggalkan larangan-Nya walau pun apa yang terjadi. Dia akan terus melaksanakan perintah Allah tanpa ragu oleh karena jiwa tauhidnya berakar umbi di dalam hati. Dia patuh dan akan memberikan perhatian yang sepenuhnya terhadap segala perintah Allah.


Firman Allah Taala:
“Innama kana qaulal mukminina iza du`u ilallahi warasulihi liyahkuma bainahum `ayyaqulu sami`na waata`na.“


Maksudnya:
“Sesungguhnya jawaban orang-orang mukmin bila dipanggil kepada Allah dan Rasul-Nya agar menghukum di antara mereka, mereka ucapkan,“kami dengar dan kami patuh“. ( An Nur:51 )


Berbeda dengan orang yang tidak takut dengan Allah, dia akan memilih-milih hukum Allah dalam perlaksanaannya. Dia akan mengamalkan sesetengahnya dan meninggalkan sesetengahnya pula. Inilah sikap orang yang bukan mukmin sejati. Dia Allah golongkan ke dalam golongan orang yang sesat akibat dari sikapnya yang memilih-milih itu.


Firman Allah SWT:
“Wamakana limukminin wala mukminatin iza qadhallahu warasuluhu amran `aiyakuna lahumul khiyaratu min amrihim. Wamayya` sillaha warasulahu faqad dhalla dhalalam mubina.“


Maksudnya:
“Dan tidaklah patut bagi laki-laki yang mukmin dan tidak (pula) bagi perempuan yang mukmin, apabila Allah dan Rasul-Nya telah menetapkan suatu ketetapan, akan ada bagi mereka pilihan (yang lain) tentang urusan mereka. Dan barangsiapa mendurhakai Allah dan Rasul-Nya maka sungguhlah dia telah sesat, sesat yang nyata.” (Al Ahzab: 36)


Iman Haq Dan Iman Haqiqat


Iman yang paling baik ialah iman haq dan iman haqiqat. Ini merupakan puncak iman yaitu iman bagi orang-orang yang hampir dengan Allah atau apa yang dinamakan sebagai golongan muqarrabin . Ia bukan lagi setakat iman sejati tetapi adalah iman yang sebenar dan iman yang sempurna. Orang yang memiliki iman haq dan haqiqat adalah orang yang sangat bertaqwa dan kuat penyerahan dirinya kepada Allah.


Wallahua'lam.
http://bimara.blogspot.com/2012/04/tingkatan-dan-jenis-iman.html


Sebagaimana disebutkan dalam al-Qur’an dan al-hadits bahwa iman seseorang itu terkadang mengurang dan terkadang bertambah, dalam hal ini para ulama mengevaluasikan iman tersebut dengan lima tingkatan sebagai berikut :
Iman Taqlid, yaitu imannya orang yang tidak beralasan, tidak mempunyai dalil/argumentasi, imannya hanya mengikuti orang lain namun hatinya yakin dan Jazim iman kepada adanya Allah SWT.
Dalam menghukumi orang yang iman Taqlid (Mukmin Muqollid) para ‘Ulama berpendapat :
Al-‘Asy’ary, Abi Bakrin Bakilani, Imam Malik dan Imam Haromain, berpendapat bahwa Iman Taqlid hukumnya adalah Sah, hanya orangnya berdosa mengikuti orang lain tanpa dalil.
Ibnu ‘Aroby dan Imam Sanusi, Iman Taqlid tidak Sah, tetapi didalam kitab Kubro, Imam Sanusi mencabut lagi pendapat tersebut.
Imam Dasuqi, Ian Taqlid Sah, hanya berdosa bagi orang yang mampu berpikir. Pendapat ini berdasarkan firman Allah SWT. Dalam surat 2. Al-Baqoroh ayat 286 :
Artinya : Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya. ia mendapat pahala (dari kebajikan) yang diusahakannya dan ia mendapat siksa (dari kejahatan) yang dikerjakannya. (mereka berdoa): “Ya Tuhan Kami, janganlah Engkau hukum Kami jika Kami lupa atau Kami tersalah. Ya Tuhan Kami, janganlah Engkau bebankan kepada Kami beban yang berat sebagaimana Engkau bebankan kepada orang-orang sebelum kami. Ya Tuhan Kami, janganlah Engkau pikulkan kepada Kami apa yang tak sanggup Kami memikulnya. beri ma’aflah kami; ampunilah kami; dan rahmatilah kami. Engkaulah penolong Kami, Maka tolonglah Kami terhadap kaum yang kafir.”
Sebagain ‘Ulama. Iman Taqlid Sah hukumnya dan tidak berdosa asalkan dalil-dalilnya bersumber dari al-Qur’an dan al-Hadits.
Sebagian ‘Ulama, Iman Taqlid Sah dan tidak berdosa baik bagi ahli berpikir maupun bagi awam, pendapat ini berdasarkan hadist Rasululloh SAW. Ketika menjawab pertanyaan dari orang Badewi : Ya Rasululloh, bagaimana caranya supaya dapat masuk sorga ?, Nabi menjawab : katakanlah olehmu !:
اَشْهَدُ اَنْ لاَاِلَهَ اِلاَّ اللهُ وَاَشْهَدُ اَنَّ مُحَمَّدًا رَّسُوْلُ اللهِ
Sebagian Ulama, Iman Taqlid itu Sah bahkan kalau sudah beriman diharamkan untuk mencari dalil.
Dari seluruh pendapat para ‘Ulama tersebut tidak menyangkut masalah pokok (mu’takad).
Iman ‘Iyan, yaitu imanya seorang mukallaf yang telah mengetahui dalil yang benar namun belum menjiwai keimanannya, sehingga Ahli Tashowuf memberi titel Mahjubun.
Iman Abiddin, yaitu imannya seseorang yang disertai Ma’rifat dan Tashdiq yang menjiwai sifat Sama’ Bashornya Allah SWT, sehingga jiwanya selalu merasa dilihat dan didengar oleh Allah SWT. Dan berdiam di Maqom Muroqobah.
Iman Haq, yaitu imannya orang yang mempunyai jiwa yang dalam, hatinya mampumenerobos ke Maqom Musyahadah, yang apabila melihat mahkluk, hatinya tidak pada yang dilihatnya melainkan ingat kepada yang menciptakannya, tingkatan iman ini disebut pula dengan Iman Haqqul Yaqin, yang kontaknya dengan sifat Qudrot Alloh SWT.
Iman Haqiqat, yaitu imannya orang yang mempunyai jiwa yang teramat dalam, kema’rifatan yang luar biasa, sehingga hainya tidak ingat kepada makhluk, fana kepada Allah SWT. Serta selalu berdiam di Maqom Fana, keyakinan iman Haqiqat ini namanya ‘Ainal Yaqin, keadaannya majdud.
Iman Haqiqotul Haqiqat, yaitu imannya para Nabi dan Rasul, dalma hal ini para ‘Ulama tidak memberikan ta’rif.

http://pepitasngo.blogspot.com/2013/03/tingkatan-iman.html

Materi Kultum : 5 Tingkatan Iman Manusia
7/23/2013


Bagikan :
Share FB Tweet Share on G+ Submit to Digg
اإِنَّ الْحَمْدَ لِلَّهِ نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِيْنُهُ وَنَسْتَغْفِرُهْ وَنَسْتَهْدِيْهِ وَنَعُوذُ بِاللهِ مِنْ شُرُوْرِ أَنْفُسِنَا وَمِنْ سَيِّئَاتِ أَعْمَالِنَا، مَنْ يَهْدِهِ اللهُ فَلاَ مُضِلَّ لَهُ وَمَنْ يُضْلِلْ فَلاَ هَادِيَ لَهُ. أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ الله وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ. اَللَّهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ وَبَارِكْ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ وَمَنِ
اهْتَدَى بِهُدَاهُ إِلَى يَوْمِ الْقِيَام

Menurut keterangan nabi yang bersabda “ Perbaharuilah iman kalian dengan memperbanyak membaca kalimat Laa illaaha Illallah”
Mengapa Nabi memerintahkan kita untuk senantiasa memperbaharui iman kita. Karena iman itu suatu saat bertambah dan suatu saat berkurang

Dan menurut para Ulama bahwa iman di bagi menjadi 5 tingkatan, yaitu
a. tingkatan iman pertama disebut dengan ilathitsu, yaitu iman yang dimiliki oleh para malaikat, dimana tingkatan iman ini tidak pernah


berkurang dan tidak pula bertambah
b. tingkatan iman kedua disebut dengan iman ma’sum yaitu iman yang dimiliki oleh para Nabi dan Rosul Allah SWT. Dimana tingkatan iman ini tidak pernah berkurang dan selalu bertambah ketika wahyu datang kepadanya
c. tingkatan iman ketiga disebut dengan makbul yaitu iman yang dimiliki oleh muslim diman iman tingkatan ini selalu bertambah jika mengerjakan amal kebaikan dan akan berkurang jika melakukan maksiat
d. tingkatan iman yang keempat disebut iman maohuf yaitu iman yang dimiliki oleh ahli bid’ah, yaitu iman yang ditangguhkan dimana jika berhenti melakukan bid’ah maka iman akan diterima, diantaranya kaum rafidhoh, atau dukun, sihir, dan yang sejenisnya
e. tingkatan iman yang kelima disebut dengan iman mardud yaitu iman yang ditolak, dimana iman ini yang dimiliki oleh orang-orang musrik, murtad , munafik dan kafir dan sejenisnya.

Demikian tingkatan iman menurut para ulama, semoga kita, keluarga kita, orang tua kita, guru-guru kita, dan semua muslimin dan muslimat di muka bumi berada setidaknya pada tingkatan yang ketiga.

http://basicartikel.blogspot.com/2013/07/materi-kultum-5-tingkatan-iman-manusia.html

Tingkatan Iman menurut Para Ulama Sufi terutama Imam Al-Ghozali:
1. Imanun abidin: Imannya ahli ibadah, orang yang beribadah kepada Allah karena mengharap surga dan takut neraka. Ibarat seorang pekerja yang mau bekerja karena menginginkan upahnya dan tidak mau tahu tentang keadaan majikan atau tidak cinta terhadap majikan yang penting upah. Atau seperti seseorang yang mencintai kekasih karena kekayaannya, ia tidak cinta kepada kekasinya, yang ia cintai hanyalah kekayaanya. Tingkatan seperti ini masih rendah.
2. Imanun muhibbin: Imannya seorang yang beribadah karena rasa cinta kepada Allah. Ia rela melakukan apapun demi sang kekasihnya. Ibaratnya seorang Pemuda rela melakukan apa saja demi sang kekasihnya, tapi jika cintanya di tolak/mendapat cobaan maka sudah tidak cinta lagi.
3. Imanun Muklisin: imannya seorang yang ikhlas, tapi keiklasanya masih di aku, aku sudah beramal sekian banyak, sudah shodakhoh sekian banyak, dzikir sekian banyak, aku bisa sholat rajin. Aku-aku inilah yang menyebabkan/sumber kesombongan.
4. Imanun arifin: Imannya seorang yang ikhlas/seorang yang arif dan bijaksana, dalam beribadah tidak mengharapkan apa-apa, hanya mengharapkan Ridho dari Allah dan di dalam ikhlas itu tidak merasa ikhlas, karena ikhlasnya billah (yang menggerakkan Allah) “wamaa romaita idz romaita wa lakinnaallaha roma” dan “laa haula wala kuata ila billah”. Ini adalah tingkatan Iman yang sempurna istilahnya imanun Ma’rifat.

Menggapai Ma'rifat dan Mensucikan Hati Dengan Sholawat Wahidiyah https://www.facebook.com/permalink.php?id=322571771189545&story_fbid=373787036068018
Andyloe Wkl smga kita diberinya. lillahi ta ala. jgn d capur lg.
4 April 2013 pukul 7:29 · Suka · 1

Syahrul Firmansyah saya mau tanya ada orang kalau ibadah tapi kok inginya hal dunia ingin masuk syurga tetapi kok tidak atas perintah allah apakah itu Juga syirik mhon dijelaskan syirik sperti apakah diatas?
Wasalamuaalaikum wr.wb.
PECINTA SHOLAWAT WAHIDIYAH NGANJUK
4 April 2013 pukul 7:35 · Suka · 2

Burhan Al-farhan Pngrtian syirik,adIh mnyktukan aIIah,seorg yg ibdahx niat ikhIas krn aIIah SWT tnpa mnghrpkn imbIan{ingn surga,dII},jka msh mngaku/mrsa bsa ibadh,itu sja sdh syirik,apIgi org yg ibdahx bkn krn mnjInkn printh aIIah,dsmping ia dosa syirik,ibdahx jg td ikhIas
4 April 2013 pukul 8:09 · Suka · 2

Burhan Al-farhan ,bribadah tpi msh menghrpkan ganjaran,berarti ibadahx tdk ikhIas{indaI'Arifin},,nmun skIipun ibadahx sdh ikhIas tnpa mnghrpkan imbaIan apa",ttapi msh mngaku/mrsa dirix bsa ibdah,itu msh dosa syirik{syirik khofiy/samar},mudh"n qt dsImtkn dr smua itu,,Amin.
4 April 2013 pukul 8:21 · Suka · 5

Sofiyulloh Amin Assalamualaikum...izin share gus....maturnwon
4 April 2013 pukul 8:44 · Suka · 1

Mahmud Bin Abdul Assalaamu'alaikum,,bisa ga tulis distatus 7 tingkatan kepribadian org2 yg belajar ilmu ma'rifat?? Insya Allah mau saya bagikan diberanda,,Makasih sodaraku..
4 April 2013 pukul 9:23 · Suka · 1

Mike Lee Luis Ok
4 April 2013 pukul 9:39 · Suka

Tusiran Bekasi III @Syahrul Firmansyah: namanya syirik khofi/samar
4 April 2013 pukul 10:33 · Suka · 1

Syahrul Firmansyah iya,trima kasih
4 April 2013 pukul 11:09 · Suka · 2

Bima Nladoni assalamualaikum.kenapa pertanyaan si pesan anda belum anda jawab.saya anya ingin tau bahwa anda itu islam sjati................mohon pesannya dibalas/////////////////
4 April 2013 pukul 14:11 · Suka · 1

Eddy Sutrisno terima ksh informasinya, semoga jg manfaat bg pengamal yg lain, bhw malam ini mulai 40 an, (pengamal di sumedang) sekalian diucapkan slm ta'lim sdr ku.
4 April 2013 pukul 16:27 · Suka · 2

Yudhi Tan ibadah sesungguhnya adalah tdak pernah merasa.
kalau diri kta msh mempunyai sifat merasa.ibadah kita pun gugur.
kenali diri kta sendiri dulu,baru kta bsa mengenal allah. .
4 April 2013 pukul 18:21 · Suka · 1

Yudhi Tan inti ajaran islam adalah.
jika kita hidup, harus bsa menghidupkan.
marifat itu adalah melihat. lihatlah orang2 yg tdak mampu,hidupkanlah mereka. gelar atau makom blm tentu allah mengenal dngan diri kita.
...Lihat Selengkapnya
4 April 2013 pukul 18:26 · Suka · 1

Raden Batulawang Yaa sayyidii yaa rosuulalloh....

Selamat bermujahadaah......salam silaturrahim buat saudara semuanya ,,wassalamualaikum wrwb,,,
5 April 2013 pukul 17:48 · Suka

Hary Susanto YAA SAYYIDI YAA ROSUULALLOH mari intropeksi diri,berada di tingkatan iman yang mana diri kita ?
5 April 2013 pukul 18:41 · Suka

Ayaezi Isb liht & share dunia wajib tahuhttps://m.facebook.com/story.php?story_fbid=4070159452390&id=209061829129933&p=40&refid=52 wahai sodaraq para pengamal sholwat wahidiyah,dlm momen 40 an hr, mari kita jg doakan sodara" kta yg tertindas, dan smg Alloh menghancurkan kebhatilan zionis israel ini, "waquljaa alhaqquawazahaqol baathil innalbaathilakana zahuuqo"
5 April 2013 pukul 21:29 · Suka

Sukanto Cambar la haula wala quwwata illa billahil adzim..
13 Juli 2013 pukul 17:33 · Suka

Al Haqiir maaaf kalo ga salah ini tingkatan ikhlas
3 November 2013 pukul 21:30 · Suka

Al Haqiir maaaf kalo ga salah ini tingkatan ikhlas bukan tingkatan iman
3 November 2013 pukul 21:31 · Suka · 1

Riffiana Hendrisya Putri fafirruu Illah
6 Februari 2014 pukul 10:18 · Suka

Mas Zain As-Segaff amantu billahi
21 September 2014 pukul 10:31 · Suka

Sukma Wati Salam Kenal semuanya,salawat wahidiyah itu apa

Muslim

MA'RIFATUL ISLAM (1) PENGERTIAN ISLAM MENURUT BAHASA DAN ISTILAH
BAHASA
Muslim, adalah sebuah kata dari bahasa Arab yang berarti orang Islam atau orang yang patuh dan tunduk menurut perintah Allah SWT.

Kata Muslim berasal dari kata salima yaslamu yang berarti selamat, sentosa atau aslama yang berarti tunduk patuh atau beragama Islam. Sehingga orang Muslim berarti orang yang patuh, taat dan berserah diri kepada sang penciptaNYA.

Dari akar kata yang sama, lahir pula kata salam atau salama yang artinya memberi salam atau menyelamatkan. Orang yang mengucapkan salam berarti mendoakan orang lain agar selamat.

Terakhir saya akan kembali mengutip kata-kata dari penulis dalam postingan sebelumnya yang mengatakan bahwa
Dari segi bahasa, Islam berasal dari kata aslama yang berakar dari kata salama. Kata Islam merupakan bentuk mashdar (infinitif) dari kata aslama ini.

الإسلام مصدر من أسلم يسلم إسلاما

Ditinjau dari segi bahasanya yang dikaitkan dengan asal katanya, Islam memiliki beberapa pengertian, diantaranya adalah:
1. Berasal dari ‘salm’ (السَّلْم) yang berarti damai.

Dalam al-Qur’an Allah SWT berfirman (QS. 8 : 61)

وَإِنْ جَنَحُوا لِلسَّلْمِ فَاجْنَحْ لَهَا وَتَوَكَّلْ عَلَى اللَّهِ إِنَّهُ هُوَ السَّمِيعُ الْعَلِيمُ

“Dan jika mereka condong kepada perdamaian, maka condonglah kepadanya dan bertawakkallah kepada Allah. Sesungguhnya Dialah Yang Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.”

Kata ‘salm’ dalam ayat di atas memiliki arti damai atau perdamaian. Dan ini merupakan salah satu makna dan ciri dari Islam, yaitu bahwa Islam merupakan agama yang senantiasa membawa umat manusia pada perdamaian.

Dalam sebuah ayat Allah SWT berfirman : (QS. 49 : 9)

وَإِنْ طَائِفَتَانِ مِنَ الْمُؤْمِنِينَ اقْتَتَلُوا فَأَصْلِحُوا بَيْنَهُمَا فَإِنْ بَغَتْ إِحْدَاهُمَا عَلَى الأُخْرَى فَقَاتِلُوا الَّتِي تَبْغِي

حَتَّى تَفِيءَ إِلَى أَمْرِ اللَّهِ فَإِنْ فَاءَتْ فَأَصْلِحُوا بَيْنَهُمَا بِالْعَدْلِ وَأَقْسِطُوا إِنَّ اللَّهَ يُحِبُّ الْمُقْسِطِينَ

“Dan jika ada dua golongan dari orang-orang mu'min berperang maka damaikanlah antara keduanya. Jika salah satu dari kedua golongan itu berbuat aniaya terhadap golongan yang lain maka perangilah golongan yang berbuat aniaya itu sehingga golongan itu kembali kepada perintah Allah; jika golongan itu telah kembali (kepada perintah Allah), maka damaikanlah antara keduanya dengan adil dan berlaku adillah. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berlaku adil.”

Sebagai salah satu bukti bahwa Islam merupakan agama yang sangat menjunjung tinggi perdamaian adalah bahwa Islam baru memperbolehkan kaum muslimin berperang jika mereka diperangi oleh para musuh-musuhnya.

Dalam Al-Qur’an Allah berfirman: (QS. 22 : 39)

أُذِنَ لِلَّذِينَ يُقَاتَلُونَ بِأَنَّهُمْ ظُلِمُوا وَإِنَّ اللَّهَ عَلَى نَصْرِهِمْ لَقَدِيرٌ

“Telah diizinkan (berperang) bagi orang-orang yang diperangi, karena sesungguhnya mereka telah dianiaya. Dan sesungguhnya Allah, benar-benar Maha Kuasa menolong mereka itu.”

2. Berasal dari kata ‘aslama’ (أَسْلَمَ) yang berarti menyerah.
Hal ini menunjukkan bahwa seorang pemeluk Islam merupakan seseorang yang secara ikhlas menyerahkan jiwa dan raganya hanya kepada Allah SWT. Penyerahan diri seperti ini ditandai dengan pelaksanaan terhadap apa yang Allah perintahkan serta menjauhi segala larangan-Nya. Menunjukkan makna penyerahan ini,

Allah berfirman dalam al-Qur’an: (QS. 4 : 125)

وَمَنْ أَحْسَنُ دِينًا مِمَّنْ أَسْلَمَ وَجْهَهُ لِلَّهِ وَهُوَ مُحْسِنٌ وَاتَّبَعَ مِلَّةَ إِبْرَاهِيمَ حَنِيفًا وَاتَّخَذَ اللَّهُ إِبْرَاهِيمَ خَلِيلاً

“Dan siapakah yang lebih baik agamanya daripada orang yang ikhlas menyerahkan dirinya kepada Allah, sedang diapun mengerjakan kebaikan, dan ia mengikuti agama Ibrahim yang lurus? Dan Allah mengambil Ibrahim menjadi kesayanganNya.”

Sebagai seorang muslim, sesungguhnya kita diminta Allah untuk menyerahkan seluruh jiwa dan raga kita hanya kepada-Nya. Dalam sebuah ayat Allah berfirman: (QS. 6 : 162)

قُلْ إِنَّ صَلاَتِي وَنُسُكِي وَمَحْيَايَ وَمَمَاتِي لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ

“Katakanlah: "Sesungguhnya shalatku, ibadatku, hidupku dan matiku hanyalah untuk Allah, Tuhan semesta alam.”

Karena sesungguhnya jika kita renungkan, bahwa seluruh makhluk Allah baik yang ada di bumi maupun di langit, mereka semua memasrahkan dirinya kepada Allah SWT, dengan mengikuti sunnatullah-Nya. Allah berfirman: (QS. 3 : 83) :

أَفَغَيْرَ دِينِ اللَّهِ يَبْغُونَ وَلَهُ أَسْلَمَ مَنْ فِي السَّمَوَاتِ وَالأَرْضِ طَوْعًا وَكَرْهًا وَإِلَيْهِ يُرْجَعُون

“Maka apakah mereka mencari agama yang lain dari agama Allah, padahal kepada-Nya-lah berserah diri segala apa yang di langit dan di bumi, baik dengan suka maupun terpaksa dan hanya kepada Allahlah mereka dikembalikan.”

Oleh karena itulah, sebagai seorang muslim, hendaknya kita menyerahkan diri kita kepada aturan Islam dan juga kepada kehendak Allah SWT. Karena insya Allah dengan demikian akan menjadikan hati kita tentram, damai dan tenang (baca; mutma’inah).

3. Berasal dari kata istaslama–mustaslimun (اسْتَسْلَمَ - مُسْتَسْلِمُوْنَ): penyerahan total kepada Allah.

Dalam Al-Qur’an Allah berfirman (QS. 37 : 26)

بَلْ هُمُ الْيَوْمَ مُسْتَسْلِمُونَ

“Bahkan mereka pada hari itu menyerah diri.”

Makna ini sebenarnya sebagai penguat makna di atas (poin kedua). Karena sebagai seorang muslim, kita benar-benar diminta untuk secara total menyerahkan seluruh jiwa dan raga serta harta atau apapun yang kita miliki, hanya kepada Allah SWT. Dimensi atau bentuk-bentuk penyerahan diri secara total kepada Allah adalah seperti dalam setiap gerak gerik, pemikiran, tingkah laku, pekerjaan, kesenangan, kebahagiaan, kesusahan, kesedihan dan lain sebagainya hanya kepada Allah SWT. Termasuk juga berbagai sisi kehidupan yang bersinggungan dengan orang lain, seperti sisi politik, ekonomi, pendidikan, sosial, kebudayaan dan lain sebagainya, semuanya dilakukan hanya karena Allah dan menggunakan manhaj Allah.

Dalam Al-Qur’an Allah berfirman (QS. 2 : 208)

يَاأَيُّهَا الَّذِينَ ءَامَنُوا ادْخُلُوا فِي السِّلْمِ كَافَّةً وَلاَ تَتَّبِعُوا خُطُوَاتِ الشَّيْطَانِ إِنَّهُ لَكُمْ عَدُوٌّ مُبِينٌ

“Hai orang-orang yang beriman, masuklah kamu ke dalam Islam secara keseluruhannya, dan janganlah kamu turut langkah-langkah syaitan. Sesungguhnya syaitan itu musuh yang nyata bagimu.”

Masuk Islam secara keseluruhan berarti menyerahkan diri secara total kepada Allah dalam melaksanakan segala yang diperintahkan dan dalam menjauhi segala yang dilarang-Nya.

4. Berasal dari kata ‘saliim’ (سَلِيْمٌ) yang berarti bersih dan suci.

Mengenai makna ini, Allah berfirman dalam Al-Qur’an (QS. 26 : 89):

إِلاَّ مَنْ أَتَى اللَّهَ بِقَلْبٍ سَلِي
مٍ
“Kecuali orang-orang yang menghadap Allah dengan hati yang bersih.”

Dalam ayat lain Allah mengatakan (QS. 37: 84)

إِذْ جَاءَ رَبَّهُ بِقَلْبٍ سَلِيمٍ

“(Ingatlah) ketika ia datang kepada Tuhannya dengan hati yang suci.”

Hal ini menunjukkan bahwa Islam merupakan agama yang suci dan bersih, yang mampu menjadikan para pemeluknya untuk memiliki kebersihan dan kesucian jiwa yang dapat mengantarkannya pada kebahagiaan hakiki, baik di dunia maupun di akhirat. Karena pada hakekatnya, ketika Allah SWT mensyariatkan berbagai ajaran Islam, adalah karena tujuan utamanya untuk mensucikan dan membersihkan jiwa manusia.

Allah berfirman: (QS. 5 : 6)

مَا يُرِيدُ اللَّهُ لِيَجْعَلَ عَلَيْكُمْ مِنْ حَرَجٍ وَلَكِنْ يُرِيدُ لِيُطَهِّرَكُمْ وَلِيُتِمَّ نِعْمَتَهُ عَلَيْكُمْ لَعَلَّكُمْ تَشْكُرُونَ

“Allah sesungguhnya tidak menghendaki dari (adanya syari’at Islam) itu hendak menyulitkan kamu, tetapi sesungguhnya Dia berkeinginan untuk membersihkan kamu dan menyempurnakan ni`mat-Nya bagimu, supaya kamu bersyukur.”

5. Berasal dari ‘salam’ (سَلاَمٌ) yang berarti selamat dan sejahtera.
Allah berfirman dalam Al-Qur’an: (QS. 19 : 47)

قَالَ سَلاَمٌ عَلَيْكَ سَأَسْتَغْفِرُ لَكَ رَبِّي إِنَّهُ كَانَ بِي حَفِيًّا

Berkata Ibrahim: "Semoga keselamatan dilimpahkan kepadamu, aku akan meminta ampun bagimu kepada Tuhanku. Sesungguhnya Dia sangat baik kepadaku."

Maknanya adalah bahwa Islam merupakan agama yang senantiasa membawa umat manusia pada keselamatan dan kesejahteraan. Karena Islam memberikan kesejahteraan dan juga keselamatan pada setiap insan.

ISTILAH

Adapun dari segi istilah, (ditinjau dari sisi subyek manusia terhadap dinul Islam), Islam adalah ‘ketundukan seorang hamba kepada wahyu Ilahi yang diturunkan kepada para nabi dan rasul khususnya Muhammad SAW guna dijadikan pedoman hidup dan juga sebagai hukum/ aturan Allah SWT yang dapat membimbing umat manusia ke jalan yang lurus, menuju ke kebahagiaan dunia dan akhirat.’

Definisi di atas, memuat beberapa poin penting yang dilandasi dan didasari oleh ayat-ayat Al-Qur’an. Diantara poin-poinnya adalah:

1. Islam sebagai wahyu ilahi (الوَحْيُ اْلإِلَهِي)
Mengenai hal ini, Allah berfirman QS. 53 : 3-4 :

وَمَا يَنْطِقُ عَنِ الْهَوَى * إِنْ هُوَ إِلاَّ وَحْيٌ يُوحَى

“Dan tiadalah yang diucapkannya itu (Al Qur'an) menurut kemauan hawa nafsunya. Ucapannya itu tiada lain hanyalah wahyu yang diwahyukan (kepadanya)."

2. Diturunkan kepada nabi dan rasul (khususnya Rasulullah SAW) (دِيْنُ اْلأَنْبِيَاءِ وَالْمُرْسَلِيْنَ)
Membenarkan hal ini, firman Allah SWT (QS. 3 : 84)

قُلْ آمَنَّا بِاللَّهِ وَمَا أُنْزِلَ عَلَيْنَا وَمَا أُنْزِلَ عَلَى إِبْرَاهِيمَ وَإِسْمَاعِيلَ وَإِسْحَاقَ وَيَعْقُوبَ وَالأَسْبَاطِ وَمَا أُوتِيَ مُوسَى وَعِيسَى وَالنَّبِيُّونَ مِنْ رَبِّهِمْ لاَ نُفَرِّقُ بَيْنَ أَحَدٍ مِنْهُمْ وَنَحْنُ لَهُ مُسْلِمُونَ

“Katakanlah: "Kami beriman kepada Allah dan kepada apa yang diturunkan kepada kami dan yang diturunkan kepada Ibrahim, Isma`il, Ishaq, Ya`qub, dan anak-anaknya, dan apa yang diberikan kepada Musa, `Isa dan para nabi dari Tuhan mereka. Kami tidak membeda-bedakan seorangpun di antara mereka dan hanya kepada-Nya-lah kami menyerahkan diri."

3. Sebagai pedoman hidup (مِنْهَاجُ الْحَيَاةِ)
Allah berfirman (QS. 45 : 20):

هَذَا بَصَائِرُ لِلنَّاسِ وَهُدًى وَرَحْمَةٌ لِقَوْمٍ يُوقِنُونَ

"Al Qur'an ini adalah pedoman bagi manusia, petunjuk dan rahmat bagi kaum yang meyakini."

4. Mencakup hukum-hukum Allah dalam Al-Qur’an dan sunnah Rasulullah SAW (أَحْكَامُ اللهِ فِيْ كِتَابِهِ وَسُنَّةُ رَسُوْلِهِ)
Allah berfirman (QS. 5 : 49-50)

وَأَنِ احْكُمْ بَيْنَهُمْ بِمَا أَنْزَلَ اللَّهُ وَلاَ تَتَّبِعْ أَهْوَاءَهُمْ وَاحْذَرْهُمْ أَنْ يَفْتِنُوكَ عَنْ بَعْضِ مَا أَنْزَلَ اللَّهُ إِلَيْكَ فَإِنْ تَوَلَّوْا فَاعْلَمْ أَنَّمَا يُرِيدُ اللَّهُ أَنْ يُصِيبَهُمْ بِبَعْضِ ذُنُوبِهِمْ وَإِنَّ كَثِيرًا مِنَ النَّاسِ لَفَاسِقُونَ * أَفَحُكْمَ الْجَاهِلِيَّةِ يَبْغُونَ وَمَنْ أَحْسَنُ مِنَ اللَّهِ حُكْمًا لِقَوْمٍ يُوقِنُونَ

“Dan hendaklah kamu memutuskan perkara di antara mereka menurut apa yang diturunkan Allah, dan janganlah kamu mengikuti hawa nafsu mereka. Dan berhati-hatilah kamu terhadap mereka, supaya mereka tidak memalingkan kamu dari sebahagian apa yang telah diturunkan Allah kepadamu. Jika mereka berpaling (dari hukum yang telah diturunkan Allah), maka ketahuilah bahwa sesungguhnya Allah menghendaki akan menimpakan musibah kepada mereka disebabkan sebahagian dosa-dosa mereka. Dan sesungguhnya kebanyakan manusia adalah orang-orang yang fasik. Apakah hukum Jahiliyah yang mereka kehendaki, dan (hukum) siapakah yang lebih baik daripada (hukum) Allah bagi orang-orang yang yakin?”

5. Membimbing manusia ke jalan yang lurus. (الصِّرَاطُ الْمُسْتَقِيْمُ)
Allah berfirman (QS. 6 : 153)

وَأَنَّ هَذَا صِرَاطِي مُسْتَقِيمًا فَاتَّبِعُوهُ وَلاَ تَتَّبِعُوا السُّبُلَ فَتَفَرَّقَ بِكُمْ عَنْ سَبِيلِهِ ذَلِكُمْ وَصَّاكُمْ بِهِ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ

“Dan bahwa (yang Kami perintahkan) ini adalah jalan-Ku yang lurus, maka ikutilah dia; dan janganlah kamu mengikuti jalan-jalan (yang lain), karena jalan-jalan itu mencerai-beraikan kamu dari jalan-Nya. Yang demikian itu diperintahkan Allah kepadamu agar kamu bertakwa.”

6. Menuju kebahagiaan dunia dan akhirat.(سَلاَمَةُ الدُّنْيَا وَاْلآخِرَةِ)
Allah berfirman (QS. 16 : 97)

مَنْ عَمِلَ صَالِحًا مِنْ ذَكَرٍ أَوْ أُنْثَى وَهُوَ مُؤْمِنٌ فَلَنُحْيِيَنَّهُ حَيَاةً طَيِّبَةً وَلَنَجْزِيَنَّهُمْ أَجْرَهُمْ بِأَحْسَنِ مَا كَانُوا يَعْمَلُونَ

Barangsiapa yang mengerjakan amal saleh, baik laki-laki maupun perempuan dalam keadaan beriman, maka sesungguhnya akan Kami berikan kepadanya kehidupan yang baik dan sesungguhnya akan Kami beri balasan kepada mereka dengan pahala yang lebih baik dari apa yang telah mereka kerjakan.



Referensi:
Marifatul Islam By. Rikza Maulan, Lc., M.Ag.
Mahad Tarbiyah CIlincing

Bahan Bacaan:
Hadiri, Khairuddin. Klasifikasi Kandungan Al-Qur’an. Cet. V – 1996 / 1417 H. Jakarta : Gema Insani Press.
Hawwa, Sa’id. Al-Islam. (Terj. Oleh Abu Ridha dan AR Shaleh Tamhid) Cet. I – 2000. Jakarta : Al-I’tisham Cahaya Umat.
Zaidan, Abdul Karim. Ushul al-Da’wah. Cet. V – 1996/ 1417 H. Beirut – Libanon : Mu’assasatur Risalah.
CD. ROM. Al-Qur’an 6.50 & Al-Hadits. Syirkah Sakhr li Baramij al-Hasib (1991 – 1997).
CD. ROM. Mausu’ah Ulama’ al-Islam; Dr. Yusuf al-Qardhawi ; al-Fiqh wa Ushulih. Al-Markaz al-Handasi lil Abhas al-Tatbiqiyah.
CD. ROM. Mausu’ah al-Hadits al-Syarif 2.00 (Al-Ishdar al-Tsani). Syirkah al-Baramij al-Islamiyah al-Dauliyah.
Diposkan oleh Me di 9:04 PM
Label: Aqidah Islamiyah

Mukhsin

Kumpulan artikel selebaran media jum'at
Makna Muhsinin
Mimbar Jum'at | Saturday, May 17th, 2008
Apabila ada seseorang yang berbuat kebajikan dengan menolong orang mi skin, membantu orang yang sakit, menyumbang dana yang diperlukan masyarakat, berupa masjid, rumah sekolah, perbaikan jalan dan sarana-sarana kemasyarakatan lainnya, maka orang tersebut oleh masyarakat Arab disebut muhsinin.

Berbagai sumbangan yang kita terima dari negara-negara Arab, bila kita tanya asal muasalnya, maka selalu dijawab berasal dari para muhsinin. Makna muhsinin identik dengan dermawan tanpa identitas yang selalu kita sebut dengan “hamba Allah”. Sementara kalau kita telusuri arti umum muhsinin itu maknanya adalah orang-orang baik. Muhsinin adalah kata jama’ dari kata muhsin, yang asal katanya adalah ahsana -yuhsinu – ihsana, yang maknanya, berbuat baik – kebaikan. Jadi makna muhsinin adalah orang-orang yang berbuat kebaikan.

Jika kita perhatikan isi al-Quran dengan cermat, ternyata kita akan menemukan lebih dari 25 kali al-Quran menyebut kata muhsinin itu tersebar di dalam 14 surat, mulai pada ayat 58 surat al-Baqarah dan ditutup pada ayat 44 surat Al-Mursalat.

Dari sekian jumlah ayat-ayat yang menyebut muhsinin itu, dapat di kelompokkan ke dalam empat kesimpulan: Pertama, ciri-ciri muhsinin. Kedua, contoh-contoh muhsinin. Ketiga, sikap Allah terhadap muhsinin dan keempat, janji
Allah kepada muhsinin.

Ciri-ciri Muhsinin

Muhsinin, adalah orang-orang yang bertaqwa, yang senantiasa menginfaqkan hartanya di jalan Allah, baik dalam keadaan lapang maupun dalam keadaan sempit, bahkan menyisihkan khusus dari hartanya untuk orang yang meminta-minta dan tak berpunya.

Dapat menahan amarah serta senantiasa memaafkan kesalahan orang lain. Tetap dalam kesabaran di dalam menghadapi semua keadaan, baik dalam keadaan susah maupun dalam keadaan senang dan bersungguh-sungguh di dalam melaksanakan perintah Allah SWT.

Senantiasa menegakkan shalat, khususnya shalat malam, hingga mereka hanya tidur sedikit. Senantiasa ingat kepada Allah, khususnya bila tergelincir melakukan dosa, segera mereka meminta ampun kepada Allah dan berjanji tidak akan mengulanginya. Ayat-ayat al-Quran adalah pedoman dan penyejuk bagi mereka. Keyakinan yang kokoh tentang kehidupan akhirat.

Contoh-contoh Muhsinin

Semua orang dengan ciri-ciri di atas adalah muhsinin, dan di dalam surat At-Taubah ayat 92 dan 120, seluruh sahabat yang turut dalam perang Tabuk adalah muhsinin, bahkan yang tidak ikut karena ‘uzur dan terpaksa tetap tinggal di Madinah juga termasuk muhsinin. Dan secara khusus, Allah memberi contoh muhsinin itu adalah para Nabi dan Rasul-Rasul Allah, yang dalam hal ini diwakili yang disebut namanya adalah, Nabi Nuh as., Nabi Ibrahim as., Nabi Yusuf as., Nabi Musa as., Nabi Harun as., Nabi Ilyas as. ini disebutkan dalam surat Yusuf dan surat Ash-Shaffat.

Sikap Allah kepada Muhsinin

Ada empat ayat yang menyatakan Allah SWT mencintai muhsinin, di mana para muhsinin itu bersungguh-sungguh dalam ketakwaannya dalam dalam menginfakkan harta mereka di jalan Allah. Oleh karena kecintaannya kepada muhsinin, Allah senantiasa bersama mereka. Rahmat Allah sangat dekat kepada muhsinin, dan Allah berjanji tidak akan menyia-nyiakan amal mereka.

Janji Allah

Allah berjanji akan membalas dengan kebaikan di dunia dan kebahagiaan di akhirat untuk para muhsinin itu. Empat kali Allah berulang-ulang menyatakan tidak akan menyia-nyiakan amal mereka. Untuk itu, Allah memerintahkan kesabaran, seperti yang tertera di dalan surat Hud ayat 115.

Seperti disebutkan Allah dalam surat al-Maidah ayat 85, balasan untuk muhsinin itu adalah surga yang di dalamnya mengalir sungai-sungai, mereka kekal abadi di situ.

Jenjang Muhsinin

Setiap muslim dituntut untuk menjadi muhsinin dan untuk mencapai tingkat muhsinin itu, diperlukan ilmu yang secukupnya dalam memahami Islam. Khususnya isi al-Quran. Lalu dengan dasar iman mengamalkan ajaran-ajaran Islam itu, bukan sekedar karena adat dan kebiasaan, dan semua amal itu diusahakan dalam bentuk yang sebaik-baiknya, yaitu dengan cara ihsan. Dan ketika Rasulullah Saw ditanya tentang ihsan beliau menjawab, ihsan ialah engkau menyembah Allah seakan-akan melihat-Nya, dan bila engkau tak melihat-Nya, maka yakinlah sesungguhnya Dia melihatmu.

- See more at: http://mimbarjumat.com/archives/67#sthash.tCbjzAAS.dpuf

Monday, 26 January 2015

Sumber Hukum Islam

MEMAHAMI SUMBER-SUMBER HUKUM ISLAM
RINGKASAN MATERI
A. AL-QUR’AN
Pengertian Al-Qur’an
Menurut bahasa, Al-Qur’an berasal dari kata dasar Qara-Yaqra’u, Qira’atan-Wa qur’anan, yang artinya bacaan. Sedangkan meurut istilah, Al-Qur’an adalah firman Allah swt. Yang merupakan mukjizat, yang diturunkan kepada Nabi Muhammad saw. dengan perantara Malaikat Jibril yang tertulis dalam mushaf-mushaf dan disampaikan kepada manusia secara mutawatir yang diperintahkan untuk mempelajarinya. Al-Qur’an tediri dari 114 surat dan 30 juz.
Ada dua cara turun Al Qur’an, pertama secara mujmal (30 juz sekaligus) yaitu diturunkannya Al Qur’an dari ‘Arsy ke Lauh Mahfudh, kedua secara bertahap (Tadriij) sesuai dengan peristiwa / masalah yang dihadapi Nabi yaitu dari Lauh Mahfudh ke dunia yang disampaikan oleh Malaikat Jibril.

Kedudukan Al-Qur’an
Sebagai kitab suci, Al-Qur’an merupakan pedoman hidup kaum muslimin. Sebab di dalamnya terkandung aturan da kaidah-kaidah kehidupan yang harus dijalankan oleh umat manusia. Allah swt. Menetapkan Al-Qur’an sebagai sumber pertama dan utama bagi hukum Islam. Sebagaimana firman-Nya :
إِنَّآ أَنْزَلْنَآ إِلَيْكَ الْكِتٰبَ بِالْحَقِّ لِتَحْكُمَ بَيْنَ النَّاسِ بِمَآ أَرٰـكَ اللهُ ۚ وَلاَتَكُنْ لِّلْخَآئِنِيْنَ خَصِيْمًا(105)
Artinya : “Sungguh, Kami telah menurunkan Kitab )Al-Qur’an) kepadamu (Muhammad), membawa kebenaran agar engkau mengadili antara manusia dengan apa yang telah diajarkan Allah kepadamu, dan janganlah engkau menjadi penantang (orang-orang yang tidak bersalah), karena (membela) orang-orang yang bekhianat. (QS. An Nisa’ : 105).”

Fungsi Al-Qur’an
a. Sebagai pedoman hidup manusia
b. Sebagai petunjuk bagi orang-orang yang bertaqwa
c. Sebagai mukjizat atas kebenaran risalah Nabi Muhammad saw.
d. Sebagai sumber hidayah dan syari’ah
e. Sebagai pembeda antara yang hak dan yang bathil

B. AL HADITS
Pengertian Hadits
Menurut bahasa, hadits artinya baru, dekat dan berita. Sedangkan menurut istilah, hadits adalah perkataan (qaul), perbuatan (fi’il) dan ketetapan (taqrir) Nabi Muhammad saw. yang berkaitan dengan hukum. Hadits disebut juga Sunnah, yang menurut bahasa artinya jalan yang terpuji atau cara yang dibiasakan. Menurut istilah, sunnah sama dengan pengertian hadits, yaitu segala ucapan, perbuatan dan ketetapan Nabi Muhammad saw. yang harus diterima sebagai ketentuan hukum oleh kaum muslimin dan segala yang bertentangan dengannya harus ditolak.

Kedudukan Hadits
Sebagaimana Al-Qur’an, hadits juga merupakan sumber hukum Islam. Derajatnya menduduki urutan kedua setelah Al-Qur’an. Hal ini merupakan ketentuan Allah swt. Sebagaimana firman-Nya :
وَمَآ ءَاتٰكُمُ الرَّسُوْلُ فَخُذُوْهُ وَمَا نَهٰكُمْ عَنْهُ فَانْتَهُوْا (٧)
Artinya : “Apa yang diberikan Rasul kepadamu maka terimalah. Dan apa yang dilarangnya bagimu, maka tinggalkanlah. (QS. Al Hasyr : 7)”



Fungsi Hadits
Sebagai sumber hukum Islam yang kedua, Al-Hadits mempunyai beberapa fungsi yang sangat penting bagi ditegakkannya hukum Islam, diantaranya sebagai berikut :
a. Sebagai penguat hukum yang sudah ada di dalam Al-Qur’an/Bayan At Tauhid
b. Sebagai penjelas atas hukum-hukum yang terdapat di dalam Al-Qur’an. Dalam hal ini tiga
fungsi yang diperankan Al Hadits adalah sebagai berikut :
- Menjelaskan dan merinci hukum-hukum yang terdapat dalam Al-Qur’an secara global (ijmali).
- Memberi batasan atas hukum-hukum dalam Al-Qur’an yang belum jelas batasannya.
- Mengkhususkan hukum-hukum dalam AL-Qur’an yang masih bersifat umum.
c. Menetapkan hukum-hukum tambahan atas hukum-hukum yang belum terdapat di dalam Al-Qur’an.

Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa Al Hadits sebagai sumber hukum Islam yang kedua tidak dapat dipisahkan dari Al-Qur’an. Barangsiapa yang mengakui Al-Qur’an sebagai sumber hukum Islam dan mengingkari Hadits sebagai sumber hukum Islam kedua, berarti ia termasuk golongan ingkar Sunnah, golongan orang-orang yang sesat. Sebab, hakikatnya ia juga mengingkari isi kandungan Al- Qur’an itu sendiri.

Macam-macam Hadits
a. Hadits Qauliyah : Hadits yang didasarkan atas segenap perkataan dan ucapan Nabi Muhammad saw.
b. Hadits Fi’liyah : Hadits yang didasarkan atas segenap perilaku dan perbuatan Nabi Muhammad saw.
c. Hadits Taqririyah : hadits yang didasarkan pada persetujuan Nabi Muhammad saw. terhadap apa yang dilakukan sahabatnya.
Selain itu dikenal hadits lain yang disebut Hadits Hammiyah yaitu hadits yang berupa keinginan Rasulullah saw. yang belum terlaksana.

C. IJTIHAD
Al-Qur’an dan hadits tidak akan berubah dan mengalami penambahan isi bersama dengan berakhirnya wahyu, sementara permasalahan dan problematika kehidupan senantiasa muncul sejalan dengan perkembangan peradaban manusia. Untuk menjawab permasalahan tersebut, Islam menggariskan ijtihad sebagai sumber hukum yang ketiga.

Pengertian
a. Menurut arti bahasa Ijtihad berarti : memeras pikiran/berusaha dengan giat dan sungguh-sungguh, mencurahkan tenaga maksimal atau berusaha dengan giat dan sungguh-sungguh.
b. Menurut istilah Ijtihad berarti : berusaha dengan sungguh-sungguh untuk memecahkan suatu masalah yang tidak ada ketetapan hukumnya, baik dalam Al-Qur’an maupun Hadits, dengan menggunakan akal pikiran serta berpedoman kepada ketentuan-ketentuan yang telah ditetapkan. Dalam Al-Qur’an dan Hadits tersebut orang yang melakukan ijtihad disebut Mujtahid.
Adapun dasar keharusan ijtihad antara lain terdapat di dalam Al-Qur’an surat An Nisa’ [4] : 59 dan sabda Rasulullah saw. kepada Abdullah bin Mas’ud :

Berhukumlah engkau dengan Al-Qur’an dan As Sunnah apabila persoalan itu kau temukan dua sumber tersebut, tapi apabila engkau tidak menemukannya pada dua sumber tersebut maka berijtihadlah!.

Syarat-syarat melakukan ijtihad
a. Mengetahui isi dan kandungan Al-Qur’an dan Al Hadits
b. Mengetahui seluk beluk bahasa Arab dengan segala kelengkapannya
c. Mengetahui ilmu ushul dan kaidah-kaidah fiqh secara mendalam
d. Mengetahui soal-soal Ijma’
Adapun hal-hal yang bisa diijtihadkan adalah hal-hal yang di dalam Al-Qur’an dan Al Hadits tidak diketemukan hukumnya secara pasti.

Kedudukan dan Dalil Ijtihad
Ijtihad sangat diperlukan dalam kehidupan umat Islam untuk mencari kepastian hukum (Islam) terhadap berbagai persoalan yang muncul yang tidak ditemukan sumber hukumnya secara jelas dalam Al-Qur’an dan Al-Hadits. Selain itu, nas Al-Qur’an dan Al-Hadits sendiri juga mengharuskan kaum muslimin yang memiliki kemampuan pengetahuan dan pikiran untuk berijtihad. Perhatikan firman Allah swt. Berikut ini :
فَاعْتَبِرُواْيٰأُوْلِى اْلاَبْصٰرِ (٢)
Artinya : "Maka ambilah (kejadian) itu menjadi pelajaran, wahai orang-orang yang mempunyai pandangan. (QS. Al Hasyr : 2)”

Juga hadits Rasulullah saw. yang dikutip oleh Ibnu Umar berikut :
اَنْتُمْ اَعْلَمُ بِاُمُوْرِدُنْيَاكُمْ ... (رواه المسلم)
Artinya : “Kamu lebih mengerti mengenai urusan kehidupan duniamu. (HR. Muslim)”


Metode-metode Ijtihad
Ada beberapa cara atau metode yang telah dirumuskan oleh para mujtahid dalam melakukan ijtihad yang juga merupakan bentuk dari ijtihad itu sendiri, antara lain adalah :
a. Ijma’
Menggunakan bahasa Ijma’ berarti menghimpun, mengumpulkan dan menyatukan pendapat. Menurut istilah ijma’ adalah kesepakatan para ulama tentang hukum suatu masalah yang tidak tercantum di dalam Al-Qur’an dan Al-Hadits.
b. Qiyas
Menurut bahasa Qiyas berarti mengukur sesuatu dengan contoh yang lain, kemudian menyamakannya. Menurut istilah, Qiyas adalah menentukan hukum suatu maslaah yang tidak ditentukan hukumnya dalam Al-Qur’an dan Al-Hadits dengan cara menganalogikan suatu masalah dengan masalah yang lain karena terdapat kesamaan ‘illat (alasan).
c. Istihsan
Menurut bahasa, Istihsan berarti menganggap/mengambil yang terbaik dari suatu hal. Menurut istilah, Istihsan adalah meninggalkan qiyas yang jelas (jali) untuk menjalankan qiyas yang tidak jelas (khafi), atau meninggalkan hukum umum (universal/kulli) untuk menjalankan hukum khusus (pengecualian/istitsna’), karena adanya alasan yang menurut pertimbangan logika menguatkannya. Contoh: menurut istihsan sisa minuman dari burung-burung yang buas seperti elang, gagak, rajawali dan lain-lain itu tetap suci berbeda dengan sisa minuman dari binatang-binatang buas seperti harimau, singa, serigala dan lain-lain yang haram dagingnya karena sisa makanan binatang-binatnag buas ini mengikuti hukum dagingnya, maka sisa minumannya juga haram (najis). Alasan kesucian dari sisa minuman burung-burung buas tadi : meskipun haram dagingnya, karena burung-burung itu mengambil air minumnya dengan paruh yang berupa tulang (dimanan hukum tulang itu sendiri suci) dan tidak dimungkinkan air liur / ludah yang keluar dari perutnya (dagingnya) itu bercampur dengan sisa minuman tadi. Sedangkan binatang-binatang buas mengambil air minum dengan mulutnya yang sejenis daging sehingga dimungkinkan sekali sisa minumannya bercampur dengan ludahnya.
d. Masalihul Mursalah
Menurut bahasa, Masalihul Mursalah berarti pertimbangan untuk mengambil kebaikan. Menurut istilah, Masalihul Mursalah yaitu penetapan hukum yang didasarkan atas kemaslahatan umum atau kepentingan bersama dimana hokum pasti dari maslah tersebut tidak ditetapkan oleh oleh syar’I (al Qur’an dan Hadits) dan tidak ada perintah memperhatikan atau mengabaikannya. Contoh penggunaan masalihul mursalah kebijaksanaan yang diambil sahabat Abu Bakar shiddiq mengenai pengumpulan al Qur’an dalam suatu mush-haf, penggunaan ‘ijazah, surat-surat berharga dsb.
Dengan perkembangan zaman yang terus semakin maju, muncul berbagai masalah baru yang belum dijumpai ketetapan hukumnya di dalam Al-Qur’an dan Al-Hadits. Masalah-masalah baru tersebut membutuhkan ijtihad, sehingga menjadi hukum bagi kaum muslimin. Hal ini menuntut kita semua untuk selalu memperdalam ilmu pengetahuan dan wawasan keagamaan kita, sehingga kita mampu menjadi para mujtahid yang memiliki syarat-syarat ijtihad dengan benar. Pintu ijtihad masih terbuka lebar bagi setiap umat muslim yang memiliki syarat-syarat ijtihad. Islam sangat mendorong kaum muslimin untuk melakukan ijtihad. Hal ini ditegaskan Rasulullah saw. dalam haditsnya yag diriwayatkan Mu’az bin Jabal :
Artinya : "Apabila seorang hakim memutuskan masalah dengan jalan ijtihad kemudian benar, maka ia mendapat dua pahala, dan apabila dia memutuskan dengan jalan ijtihad kemudian keliru, maka dia memperoleh satu pahala. (HR. Bukhari Muslim).”
e. Istish-hab
Melanjutkan berlakunya hokum yang telah ada dan telah diterapkan karena adanya suatu dalil sampai datangnya dalil lain yang mengubah kedudukan hokum tersebut. Misalnya apa yang diyakini ada, tidak akan hilang oleh adanya keragu-raguan, contoh : orang yang telah berwudlu, lalu dia ragu-ragu apakah sudah batal atau belum, maka yang dipakai adalah dia tetap dalam keadaan wudlu dalam pengertian wudlunya tetap sah. Seperti itu juga dalam hal menentukan suatu masalah yang hukum pokoknya mubah (boleh), maka hukumnya tetap mubah sampai dating dalil yang mnegharuskan meninggalkan hokum tersebut.
f. ‘Urf, yaitu berlakunya adat / kebiasaan seseorang atau sekelompok orang / masyarakat baik dalam kata-kata maupun perbuatan yang bisa menjadi dasar hukum dalam menetapkan suatu hukum, misalnya : kebiasaan jual beli dengan serah terima barang dengan uang tanpa harus memerincikan dalam kata-kata secara detail, peringatan mauled Nabi dsb.
g. Madhab Shahabi, yaitu fatwa sahabat secara perorangan, kesepakatan seluruh sahabat atau sahabat lainya (ijma’ sahabat), contoh Ijtihad sahabat Umar secara pribadi/perorangan.
h. Syar’u man qablana, yaitu berlakunya hukum-hukum syari’at pada umat yang telah diajarkan oleh para Nabi dan Rasul Allah terdahulu sebelum adanya syari’at nabi Muhammad SAW. Contoh ; berlakunya syari’at Nabi Dawud, Nabi Musa dan Nabi-Nabi lainnya yang disebutkan dalam Al Qur’an.
i. Saddu az Zara’iyah, yaitu menutup jalan yang menuju kepada kesesatan atau perbuatan terlarang. Contoh : berjudi haram, maka mempelajari cara-cara agar mahir dalam berjudi juga dilarang, berzina itu dosa besar dan jelas dilarang, maka melakukan hal-hal yang bisa mengarah kepada perzinaan juga dilarang (haram).
D. HUKUM TAKLIFI
Pengertian Hukum Taklifi
Hukum taklifi ialah hukum yang menghendaki dilakukannya suatu pekerjaan oleh mukallaf (orang dewasa dan berakal sehat), atau melarang mengerjakannya, atau melakukan pilihan antara melakukan dan meninggalkannya. Para ulama ilmu fiqh membedakan hukum taklifi ke dalam lima macam, yaitu Wajib, Haram, Sunat, Makruh dan Mubah.
Untuk dapat membedakan kelima hukum taklifi tersebut, para ulama telah menjelaskannya sebagai berikut :
a. Wajib (Al Ijab)
Menurut bahasa, wajib berarti harus. Menurut istilah ilmu fiqh, wajib ialah suatu perbuatan yang apabila dilaksanakan mendapat pahala dan apabila ditinggalkan mendapat dosa.
b. Haram (At Tahrim)
Menurut bahasa berarti larangan. Menurut istilah, haram ialah suatu perbuatan yang apabila dilaksanakan mendapat dosa dan apabila ditinggalkan mendapat pahala. Setiap orang yang beriman wajib meninggalkan hal-hal yang diharamkan, agar tidak mendapat dosa dari apa yang dilakukannya. Allah swt. Mengharamkan sesuatu, karena sesuatu tersebut mengandung bahaya, kerusakan, bencana, bahkan kehancuran bagi dirinya maupun orang lain.
c. Sunat (An Nadbu)
Menurut bahasa, sunat berarti kebiasaan. Menurut istilah ilmu fiqh, sunat ialah perbuatan yang apabila dilaksanakan mendapat pahala, dan apabila ditinggalkan tidak mendapat dosa. Allah menyariatkan hal-hal yang bersifat sunat ini untuk menambah amal baik kita kepada Allah swt., dan juga untuk menyempurnakan ibadah-ibadah kita yang kurang sempurna.
d. Mubah (Al Ibaahah)
Menurut bahasa, mubah berarti boleh. Menurut istilah, mubah yaitu suatu perbuatan yang apabila dilaksanakan atau ditinggalkan tidak memperoleh dosa atau pahala.
e. Makruh (al Karaahah)
Menurut bahasa, makruh berarti tidak disenangi. Menurut istilah, makruh ialah suatu perbuatan yang apabila dilaksanakan tidak mendapat dosa dan apabila ditinggalkan memperoleh pahala.



Kedudukan Hukum Taklifi
Kedudukan hukum taklifi sangat penting sebagai pokok dalam kerangka penegakan hukum Islam, sesuai dengan tuntutan nash. Sebab, setiap perbuatan seorang mukallaf dalam pandangan Islam mengandung konsekuensi mendatangkan pahala atau dosa tergantung kepada hukum perbuatan tersebut, apakah melaksanakan perintah, melanggar aturan atau memilih anjuran si pembuat hukum, Allah swt.
Mempraktikan Contoh-contoh Perilaku yang Sesuai dengan Hukum Taklifi
Untuk dapat membiasakan menerapkan hukum taklifi, hendaknya kamu perhatikan terlebih dahulu beberapa hal sebagai berikut :
a. Tanamkan iman yang kuat dalam hati sanubari, sehingga tidak mudah terbawa arus sesat dalam pergaulan.
b. Tanamkan keyakinan bahwa tugas utama manusia di muka bumi ini adalah beribadah kepada Allah swt., berbuat baik sesama, dan senantiasa taat kepada hukum-hukum Allah swt.
c. Tanamkan keyakinan bahwa hukum taklifi adalah hukum Allah swt. Yang harus dijalankan oleh setiap umat muslim yang beriman, agar dalam menjalani kehidupannya selalu dalam kedamaian dan kebahagiaan.
d. Pahami dengan benar pengertian dan kaidah-kaidah hukum taklifi,agar kita tidak keliru atau salah mengamalkannya.
e. Niatkan ibadah karena Allah, agar dalam menerapkan hukum taklifi kita tidak keliru atau salah mengamalkannya.
f. Mulailah menerapkan hukum taklifi sekarang juga,dari yang paling rendah dan mudah, misalnya menjalankan hukum yang wajib seperti shalat lima waktu, puasa di bulan Ramadhan dan sebagainya. Baru setelah terbiasa, tingganlkan yang haram dan laksanakan anjuran atau sunnah.

E. PENGERTIAN DAN HIKMAH IBADAH, SHALAT DAN PUASA
Pengertian Ibadah
Ibadah berasal dari kata dasar :”Abada, Ya’budu-‘Ibadan-Wa’ibaadatan” artinya menyembah, mengabdi, dan menghambakan diri. Menurut istilah, ibadah ialah melakukan suatu pekerjaan tertentu yang sesuai dengan ajaran agama dan tidak mengharapkan suatu imbalan apapun selain mengharap ridha Allah swt.

Pembagian Ibadah dari segi tata cara dan bentuknya
a. Ibadah murni/ritual/khusus
b. Ibadah umum/luas/mu’amalah
Pengertian Shalat
Shalat adalah ibadah yang terdiri atas ucapan dan perbuatan-perbuatan tertentu yang dimulai dengan takbiratul ihram dan diakhiri dengan salam dengan syarat-syarat tertentu.

Pengertian Puasa
Puasa adalah salah satu bentuk ibadah dalam Islam yang berarti menahan diri dari segala perbuatan yang membatalkan yang dilakukan oleh mukallaf pada siang hari, sejak terbit fajar hingga terbenam matahari.

Hikmah Ibadah
- Memahami bahwa dirinya adalah makhluk Allah swt. Yang mempunyai kewajiban untuk beribadah, menyembah, mengabdi dan menyerahkan diri kepada-Nya.
- Menyadari bahwa ia akan mempertanggungjawabkan semua perbuatannya di akhirat.
- Memahami bahwa semua tujuan akhir semua aktivitasnya adalah pengabdiannya kepada Allah swt.
- Memahami bahwa dirinya adalah pusat ala mini dan kehidupannya tidak hanya menjadi pelengkap.

Hikmah shalat
- Mendatangkan ketentraman dan ketenangan jiwa.
- Dilapangkan rizkinya dalam kehidupan.
- Terhindar dari penyakit hati dan kotoran jiwa.
- Terhapus dosa-dosa, baik dosa besar maupun dosa kecil kecuali dosa syirik.
- Terhindar dari perbuatan keji dan mungkar.

Hikmah puasa
- Meningkatkan keimanan dan ketakwaan kepada Allah swt. Bagi orang yang menjalankannya.
- Mengendalikan hawa nafsu, khususnya nafsu syetaniyah yang dapat menjerumuskan manusia ke jurang kebinasaan.
- Membiasakan orang yang berpuasa bersabar dan tabah menghadapi berbagai kesukaran dan ujian.
- Mendidik jiwa agar senantiasa amanah, sebab puasa pada hakikatnya melaksanakan amanah tidak makan dan minum.
- Melatih kedisiplinan yang tinggi, sebab dalam puasa terdapat disiplin tidak makan dan minum pada waktu yang telah ditentukan.
- Meningkatkan kesehatan, sebab dalam tenggang waktu satu tahun organ pencerna kita diberi istirahat beberapa hari ketika melaksanakan ibadah puasa wajib maupun sunat.

Tentang Kami

Anosmalls

Al Fatihah

Al Fatihah The next sabar yah

Ibadah Sesuai Iman

MUSLIM, MUKMIN, MUKHSIN, MUKHLIS, MUTTAQIN
MUSLIM > MUKMIN > MUKHSIN > MUKHLIS > MUTTAQIN

1. MUSLIM

1.1. Muslim >>> Orang yang beragama Islam. Menunjukkan orang yang menyerah diri/tunduk kepada Allah swt.
Seorang manusia yang telah menerima dan mengikrarakan Islam sebagai agamanya dengan mengucapkan kalimah syahadah. Artinya, orang ini percaya sudah menerima segala kewajiban-kewajiban dan hak-hak yang telah digariskan oleh Islam.

رَبَّنَا وَاجْعَلْنَا مُسْلِمَيْنِ لَكَ وَمِنْ ذُرِّيَّتِنَا أُمَّةً مُسْلِمَةً لَكَ وَأَرِنَا مَنَاسِكَنَا وَتُبْ عَلَيْنَا إِنَّكَ أَنْتَ التَّوَّابُ الرَّحِيمُ

“Wahai Tuhan kami! Jadikanlah kami berdua: Orang-orang Islam (yang berserah diri) kepadaMu dan jadikanlah daripada keturunan kami: Umat Islam (yang berserah diri) kepadamu dan tunjukkanlah kepada kami syariat dan cara-cara ibadat kami dan terimalah taubat kami, sesungguhnya Engkaulah Maha Penerima taubat, lagi Maha Mengasihani.” [al-Baqarah : 128].
MUSLIM, (akar katanya,Islam/salima artinya damai, selamat, sejahtera ) adalah orang baru menyerahkan diri saja kepada Allah, seperti anak sekolah TK, walaupun diberi pelajaran masih berbuat yang tidak baik , kita perhatikan saja anak anak yang sekolah TK, karena belum mengerti tujuab hidupnya, yah sekedar pengakuan saja.
( Surat : 7 ;172 ; 49 :14 )

2. MUKMIN

2.1. Mukmin >>> orang Islam yang beriman. Firman Allah swt :-
إِنَّ الَّذِينَ آمَنُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ أُولَئِكَ هُمْ خَيْرُ الْبَرِيَّةِ

Sesungguhnya orang-orang yang beriman dan beramal soleh, mereka itulah sebaik-baik makhluk.” [al-Bayyinah : 7]

Seorang Muslim tidaklah cukup dengan pengakuan itu saja, tetapi harus diiringi dengan amal/perbuatan/tindakan yang diperintahkan oleh agamanya. Dengan melaksanakan hal itu, dia meningkat menjadi seorang Mukmin.

MUKMIN ( akar kata Iman artinya percaya , Amanah artinya orang dapat diberi kepercayaan ), adalah orang mengatakan keimanan dengan lidah , diyakini dengan hati dan dikerjakan dengan perbuatan ( mengamalkan rukun Iman 6). In adalah tingkatan : SD. ( Q. 2 : 3, 4, 5 dan 6 ; Al-Anfal : 2 dan 3 ; S. 49 : 15 )

3. MUKHSIN

3.1. Muhsin >>> Orang Mukmin yang mencapai tahap Ihsan sebagai yang diriwayatkan oleh Abu Hurairah ra. didalam sebuag hadith yang panjang
Seorang Mukmin haruslah mengerjakan perbuatan kebajikan yang disebut ihsan. Ihsan itu meliputi segala perbuatan yang baik terhadap diri sendiri maupun terhadap orang lain. Dari seorang Mukmin meningkat lagi menjadi seorang Muhsin.

ما الإحسان قال أن تعبد الله كأنك تراه فإن لم تكن تراه فإنه يراك
Apa itu Ihsan, Dia menjawab : Kamu menyembah Allah seolah-olah kamu melihatnya, dan jika kamu tidak melihatnya, ketahuilah bahawa Dia (Allah) melihat kamu [Hadith Riwayat Bukhari]
MUKHSIN ( dari kata , Ikhsan artinya : baik )adalah orang tingkatan Muslim + Mukmin, artinya orang tersebut tidak beriman saja , tapi sebagaimana Hadits Nabi SAW, yaitu : “Dia beribadah kepada Allah seakan akan melihat-Nya, tapi apabila dia tidak melihat-Nya, sesungguhnya Allah melihat dia.”
Ini adalah tingkatan : SLTP. ( Q. 3 : 134 ; S. Al- Qoshosh :77 )

4. MUKHLIS

4.1. Mukhlis
Seorang Muhsin mengerjakan ihsan itu semata-mata karena berbakti kepada Tuhan, bukan karena mengharapkan pujian, sanjungan, pangkat dan lain-lain; akan tetapi sungguh-sungguh ikhlas, saat itu manusia meningkat menjadi seorang Mukhlis.
MUKHLISH (dari Ikhlas ,.. dst ) adalah orang beribadah kepada Allah, hanya mengaharapkan ridho-Nya, contoh seperti orang besedekah dengan tangan kanannya, maka tangan kirinyapun tidak. Ilutrasi lainya : Seperti orang buang air besar , setelah keluar yah.. sudah, tidak pikirkan/ di ingat-ingat, Ah… sayang ,tadi makan adalah yang enak-enak. Surat: 98:5. Ini adalah tingkatan : SLTA

5. MUTTAQIN

5.1. MUTTAQIN

Muttaqin >>> Orang Mukmin yang bertaqwa. Firman Allah swt :

ذَلِكَ الْكِتَابُ لَا رَيْبَ فِيهِ هُدًى لِلْمُتَّقِينَ. الَّذِينَ يُؤْمِنُونَ بِالْغَيْبِ وَيُقِيمُونَ الصَّلَاةَ وَمِمَّا رَزَقْنَاهُمْ يُنْفِقُونَ.

“Kitab Al-Quran ini, tidak ada sebarang syak padanya (tentang datangnya dari Allah dan tentang sempurnanya); ia pula menjadi petunjuk bagi orang-orang yang (hendak) bertakwa; Iaitu orang-orang yang beriman kepada perkara-perkara yang ghaib dan mendirikan (mengerjakan) sembahyang serta membelanjakan (mendermakan) sebahagian dari rezeki yang Kami berikan kepada mereka.” [al-Baqaroh: 2-3]

( akar kata taqwa : takut ), secara istilah adalah : adalah orang melaksanakan perintah Allah secara sempurna, dan menjauhkan perintah Allah.Did alam Al-Qur’an banyak sekali ayat ayat yang menjelaskan sifat orang bertaqwa, antara lain Surat: ( Al-Baqoroh)2 : 2,3,4 , 5, 177, 183 ;(Al-Imron) 3: 133, 134, 135 dan 135 dll..

Dan banyak sifat sifat lainnya yang paling Istimewa, pantas kalau Allah SWT
menyebutnya ORANG YANG PARIPURNA”( ISLAM KAAFFAH). Ini adalah tingkatan :
Unversitas.

Suratantangan

Suratantangan nest setelah dewasa
ARah Kiblat Nekt menetukan arah kiblat

Ihya Ulumudin

Ihya Ulumudin karya Imam Al Ghodzali berisi rangkuman Ihya Ulumdin Masih nanti tahap berikut

Home


قُلْ هُوَ اللهُ أَحَدٌ ﴿١﴾ اللهُ الصَّمَدُ ﴿٢﴾ لَمْ يَلِدْ وَلَمْ يُولَدْ ﴿٣﴾ وَلَمْ يَكُن لَّهُ كُفُواً أَحَدٌ ﴿٤﴾

Assalamu’alaikum wr. wb.

Selamat datang, saudaraku. Selamat membaca artikel-artikel tulisanku di blog ini.

Jika ada kekurangan/kekhilafan, mohon masukan/saran/kritik/koreksinya (bisa disampaikan melalui email: anosmalls40@gmail.com atau "kotak komentar" yang tersedia di bagian bawah setiap artikel). Sedangkan jika dipandang bermanfaat, ada baiknya jika diinformasikan kepada saudara kita yang lain.

Semoga bermanfaat. Mohon maaf jika kurang berkenan, hal ini semata-mata karena keterbatasan ilmuku



Kumandamba artinya Kuman yang didamba Oleh para kumandan yang meninginkan kebahagian. DEWASA SURATANTANGAN IHYA ULUMUDIN AL HIKAM AL-FATIHAH ARAH KIBLAT

Sunday, 11 January 2015

Perbedaan

Menyikapi Perbedaan Pendapat dalam Islam

Semua mempunyai argumen masing-masing. Mengedepankan fikrah & manhaj masing-masing. Pedoman hidup kita sama (quran & sunnah). Tujuanpun sama. Hanya saja, kita berada pada perahu yang berbeda. Nahkoda kapal mempunyai strategi masing-masing untuk melakukan navigasi dan mengarahkan awak kapal untuk berlayar pada tujuan (yang sama tadi).



Ada berbagai macam aliansi, partai, dan pergerakan organisasi di Indonesia itu adalah merupakan ketetapan yang sudah Allah sebut melalui kitabNya.
“Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu disisi Allah ialah orang yang paling takwa diantara kamu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal.” (Al Hujurat – 13)
Sebagai hamba yang beriman, kita diperintahkan untuk bisa menerima bahwa adanya berbagai macam perbedaan pendapat dan paham itu sudah merupakan ketetapan Allah. Dan sudah seharusnya juga kita menyikapi hal ini secara wajar. Dalam arti tetap menjalin interaksi dan toleransi terhadap berbagai macam golongan dengan tetap mepertahankan nilai-nilai Islam.


Dalam tradisi ulama Islam, perbedaan pendapat bukanlah hal yang baru. Tidak terhitung jumlahnya kitab-kitab yang ditulis ulama Islam yang disusun khusus untuk merangkum, mengkaji, membandingkan, kemudian mendiskusikan berbagai pandangan yang berbeda-beda dengan argumentasinya masing-masing.


Untuk bidang hukum Islam, misalnya. Kita bisa melihat kitab Al Mughni karya Imam Ibnu Qudamah. Pada terbitannya yang terakhir, kitab ini dicetak 15 jilid. Kitab ini dapat dianggap sebagai ensiklopedi berbagai pandangan dalam bidang hukum Islam dalam berbagai mazhabnya. Karena Ibnu Qudamah tidak membatasi diri pada empat mazhab yang populer saja. Tapi ia juga merekam pendapat-pendapat ulama lain yang hidup sejak masa sahabat, tabi’in dan tabi’ tabi’in.


Contoh ini berlaku pada semua disiplin ilmu Islam yang ada. Tidak terbatas pada ilmu hukum saja, seperti yang umumnya kita kenal, tapi juga pada tafsir, ulumul qur’an, syarah hadits, ulumul hadits, tauhid, usul fiqh, qawa’id fiqhiyah, maqashidus syariah, dan lain-lain.


Penguasaan terhadap perbedaan pendapat ini bahkan menjadi syarat seseorang dapat disebut sebagai mujtahid atau ahli dalam ilmu agama. Orang yang tidak memiliki wawasan tentang pandangan-pandangan ulama yang beragam beserta dalilnya masing-masing, dengan begitu, belum dapat disebut ulama yang mumpuni di bidangnya.


Para sahabat pernah berbeda pendapat tentang menyikapi perintah Rasulullah agar shalat di tempat Bani Quraidhah. Ibnu Abbas berbeda pendapat dengan Aisyah tentang Rasulullah ketika Isra’ – Mi’raj, apakah Nabi melihat Allah dengan mata kepala atau mata hati atau melihat cahaya. Ibnu Mas’ud berbeda pendapat dengan Utsman bin Affan tentang shalat di Mina pada musim haji, di-qashar atau disempurnakan. Ibnu Mas’ud juga berbeda pendapat dengan Ibnu Abbas tentang penafsiran salah satu tanda besar kiamat, yaitu Ad-Dukhan (asap atau kabut).


Dan masih banyak lagi yang lainnya. Semua perbedaan itu tidak menyebabkan mereka berpecah belah atau saling menghujat dan menjatuhkan, mereka tetap bersaudara, rukun dan saling menghormati.


Bahkan, malaikat juga berbeda pendapat. Yaitu ketika ada seseorang yang telah membunuh seratus orang (beberapa riwayat menyebut 99 orang), kemudian ia bertaubat dan pergi berhijrah lalu meninggal dunia dalam perjalanan. Terjadi perbedaan pendapat antara malaikat rahmat dengan malaikat adzab dalam menyikapinya. Malaikat rahmat (yang kita kenal dengan nama Ridwan) berpendapat bahwa orang ini adalah ahli surga karena telah bertaubat, sedang malaikat adzab (yang kita kenal dengan nama Malik) berpendapat bahwa orang ini adalah ahli neraka karena telah membunuh seratus orang dan belum berbuat kebaikan. Akhirnya Allah mengirimkan malaikat ketiga yang memutuskan perkara bahwa orang tersebut adalah ahli surga. Kisah ini terdapat dalam riwayat-riwayat sahih, seperti diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim.


Adapun berbagai macam fenomena yang sering timbul di tengah hingar bingar perbedaan pendapat antar golongan ini biasanya mengakibatkan seseorang terlalu berlebihan dan terlalu kaku (tidak fleksibel) dalam berpikir, bergerak, dan belajar. Yang jatuhnya justru akan melemahkan fungsi dakwah itu sendiri.


Fanatik. Atau yang juga kita kenal dengan istilah Ashobiyah. Terlalu berlebihan dalam memuja golongannya, hanya menerima pendapat dan masukan dari orang-orang kalangan internal mereka saja, dan tidak berkenan menerima masukan dari pihak luar yang bukan golongan mereka. Alih-alih mengamalkan saran, bahkan untuk sekedar menerima dengan rasa ikhlas saja juga terkadang sulit. Karena sudah tertanam dalam kepala mereka bahwa golongannya adalah yang paling benar.


Ruang Gerak Terbatas. Secara otomatis lingkup interaksi dengan masyarakat sosial juga berubah. Karena sudah kadung fanatik dengan pemahamannya, yang ternyata juga tidak sedikit dari pemahaman itu merupakan tafsir yang kaku, maka tak bisa dipungkiri bahwa mereka juga akan membatasi diri mereka sendiri dalam berdakwah (menyampaikan), karena melihat kondisi masyarakat Indonesia saat ini memang sangat banyak manusia yang secara moral dan perilaku sudah jauh dari nilai Islam.


Ideologi Ekstrim. Faktanya, saat ini ada beberapa kelompok yang dengan bangga menunjukkan sebuah ideologi dalam kemasan baru yang sangat sulit diterima oleh kondisi sosial, dan anehnya ideologi itu dijadikan sebagai salah satu pondasi dasar bagi golongan itu untuk mendukung dan menjadikan motivasi bagi pergerakan mereka. Yang jadi pertanyaan adalah, bagaimanaa mungkin bisa memasuki dunia seorang jika sedari awal tidak mencoba untuk melakukan pendekatan melalui dunia mereka? Ya, sama halnya juga ketika kita mencoba untuk menyampaikan (dakwah) terhadap suatu objek dakwah, bagaimana mungkin dakwah bisa diterima jika cara menyampaikannya kurang tepat (kurang diterima oleh objek dakwah), atau bahkan keliru?


Pemahaman Yang Kaku. “Kalau teks Al Quran mengatakan A, maka jangan dibilang bahwa boleh melakukan B, C, dst. Karena hal itu sudah berarti menyalahi Al Quran. Begitu juga dengan hadits.”. Mungkin kutipan barusan juga sering menjadi sebuah seruan yang dilontarkan oleh golongan tertentu. Iya, benar, bisa diartikan demikian. Tapi jangan melupakan tentang keberadaan Tafsir dan pemikiran serta pendapat para Ulama, atau yang biasa kita sebut sebagai Ijtihad. Karena dari sanalah muncul pendapat versi A, versi B, dst. Seperti yang diawal sudah dibahas.

Faktor Yang Melatar Belakangi Timbulnya Efek Negatif

Rendahnya Pemahaman Agama

Hal ini, misalnya, dapat lahir dari penguasaan bahasa Arab yang minim. Akibat langsungnya akses terhadap Al Qur’an, Hadits serta literatur-literatur induk ajaran Islam otomatis jadi terbatas pula. Memahami arti secara tekstual saja tidaklah cukup untuk memunculkan ijtihad di kalangan umum. Yang mengerti bahasa Arab saja terkadang masih kaku, terlebih yang tak menguasainya.


Sayangnya, rendahnya pemahaman agama ini tidak mampu mendorong semangat tinggi sebagian orang untuk berusaha belajar. Padahal ijtihad memerlukan ulama dengan kualifikasi dan tingkat kompetensi serta kapasitas keilmuan yang tinggi. Karena jika tidak memiliki itu semua, akhirnya yang diandalkan adalah sekadar lontaran-lontaran pemikiran namun tanpa landasan metodologi yang jelas.


Rendahnya kualitas pemahaman agama bisa juga akibat dari rendahnya mutu pendidikan agama secara umum. Salah satu pemicunya, input sekolah-sekolah agama yang biasanya “sisa” calon siswa yang tidak mampu bersaing memperebutkan kursi sekolah favorit. Bukan rahasia lagi bila ada sekolah-sekolah yang dijadikan sebagai pelarian bagi mereka yang tidak lulus di sekolah-sekolah unggulan.


Memperturutkan Hawa Nafsu

Baik itu karena mengejar popularitas, materi, atau kepentingan-kepentingan sesaat lainnya. Al Quran menggambarkan sikap manusia pemuja nafsu sebagai berikut;


“Maka pernahkah kamu perhatikan orang-orang yang telah menjadikan hawa nafsunya sebagai tuhan mereka, dan Allah membiarkannya sesat berdasarkan ilmu-Nya (Allah mengetahui bahwa ia tidak dapat menerima petunjuk yang diberikan kepadanya), dan Allah telah menutup pendengaran dan hatinya, dan meletakkan tutup atas penglihatannya. Maka siapakah yang memberinya petunjuk sesudah Allah? Maka mengapa kamu tidak mengambil pelajaran?” (Al-Jathiyah – 23)


Fenomena memperturutkan hawa nafsu ini misalnya dapat dilihat dari penjabaran secara serampangan terhadap Hadits dan Al Quran. Yang selanjutnya menjadikan itu semua sebagai alat pembenaran akan pendapat serta pemahaman mereka.


Konflik dan Permusuhan

Kebencian atau sikap tidak senang kepada pihak lain kerap melahirkan subjektivitas yang berlebihan. Pada gilirannya, sikap ini akan berujung pada sikap ujub dan akhirnya penolakan terhadap kebenaran.
Allah berfirman,
“Sesungguhnya agama di sisi Allah ialah Islam. Tidaklah berselisih orang-orang yang telah diberi kitab kecuali setelah mereka memperoleh ilmu, karena kedengkian di antara mereka. Barangsiapa ingkar terhadap ayat-ayat Allah, maka sungguh, Allah sangat cepat perhitungan-Nya.” (QS. Ali Imran: 19)

Sikap Toleran Terhadap Perbedaan Pendapat

Banyak sekali ayat Al-Qur’an dan Hadits Nabi yang melarang perpecahan (iftiraq) dan perselisihan (ikhtilaf), namun apabila kita mencermati, akan tampak oleh kita bahwa yang dimaksud adalah berbeda pendapat dalam masalah-masalah prinsip atau Ushul yang berdampak kepada perpecahan. Adapun berbeda pendapat dalam masalah-masalah cabang agama atau Furu’, maka hal ini tidaklah tercela dan tidak boleh sampai berdampak atau berujung pada perpecahan, karena para sahabat juga berbeda pendapat akan tetapi mereka tetap bersaudara dan saling menghormati satu dengan yang lain tanpa saling menghujat atau melecehkan dan menjatuhkan.


Yang menarik, dalam mengemukakan berbagai pendapatnya, ulama-ulama Islam, terutama yang diakui secara luas keilmuannya, mampu menunjukkan kedewasaan sikap, toleransi, dan objektivitas yang tinggi. Mereka tetap mendudukkan pendapat mereka di bawah Al Quran dan Hadits, tidak memaksakan pendapat, dan selalu siap menerima kebenaran dari siapa pun datangnya. Dapat dikatakan, mereka telah menganut prinsip relativitas pengetahuan manusia. Sebab, kebenaran mutlak hanya milik Allah. Mereka tidak pernah memposisikan pendapat mereka sebagai yang paling absah sehingga wajib untuk diikuti, dan menolak pendapat lain sehingga menganggapnya sebagai sesuatu yang bertentangan dengan agama.
“Pendapatku benar, tapi memiliki kemungkinan untuk salah. Sedangkan pendapat orang lain salah, tapi memiliki kemungkinan untuk benar.” Demikian ungkapan yang sangat populer dari Imam Syafi’i.
Dalam kerangka yang sama, Imam Ahmad bin Hambal pernah berfatwa agar imam hendaknya membaca basmalah dengan suara dikeraskan bila memimpin shalat di Madinah. Fatwa ini bertentangan dengan mazhab Ahmad bin Hambal sendiri yang menyatakan bahwa yang dianjurkan bagi orang yang shalat adalah mengecilkan bacaan basmalahnya. Tapi fatwa tersebut dikeluarkan Ahmad demi menghormati paham ulama-ulama di Madinah waktu itu, yang memandang sebaliknya. Sebab, menurut ulama-ulama Madinah itu, orang yang shalat, lebih utama bila ia mengeraskan bacaan basmalahnya. Di sini kita bisa mengetahui betapa Imam Ahmad lebih mengutamakan sebuah esensi dari nilai Ukhuwah.


Ada ungkapan yang cukup indah dari Muhammad Rasyid Ridha, “Marilah kita tolong menolong pada perkara yang kita sepakati, dan mari kita saling menghargai pada perkara yang kita perselisihkan.”


Jadi, kalau Malaikat dan para Nabi saja bisa berbeda pendapat, mengapa kita harus berpecah dan bermusuhan karena perbedaan?